BAB II
LANDASAN TEORI
Yang dimaksud “Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang
Tepat” dalam konteks penelitian ini adalah menyajikan cerita dalam bentuk lisan
sehingga aplikasinya ditikberatkan pada kemampuan berbicara.
2.1
Kemampuan
Berbicara
2.1.1 Hakikat
KemampuanBerbicara
Kemampuan berasal dari kata “mampu” yang
berarti kuasa, sanggup melakukan sesuatu; dapat (KBBI, 308 : 2005).
Sedangkan para ahli mendefinisikan kemampuan
sebagai berikut :
Chaplin (1997 :34) , “ability” (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan)
merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan”. “Kemampuan bisa
merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau hasil latihan atau praktik”.
(Robbins, 2000 :.46).
Lebih lanjut Robbins (2000 : 46-48) menyatakan
bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu:
1.
Kemampuan
intelektual (intellectual ability)
Merupakan kemampuan
melakukan sesuatu secara mental
2.
Kemampuan
fisik (physical ability)
|
Menurut Keith Devis dalam Mangkunegara (2000 :
67), “Secara psikologis, kemampuan (ability)
terdiri dari potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill), artinya seseorang yang memiliki IQ di atas
rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam
mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja
maksimal”.
Sedangkan berbicara sendiri secara umum dapat
diartikan suatu penyampaianmaksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang
lain (Depdikbud, 1984/1985:7).
Anton M. Moeliono, dkk
(1998:114) Berbicara adalah berkata; bercakap; berbahasa; melahirkan pendapat dengan
perkataan, tulisan dan sebagainya atau berunding.
Arsjad (1987:16), Selain itu berbicara juga bisa diartikan kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.
Berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau
kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan atau
perasaan (Tarigan 1984:15). Jadi berbicara ini dapat diartikan sebagai suatu
sistem tanda-tanda yang dapat didengar serta dengan mengkombinasikan atau
disertai dengan gerakan-gerakan sebagai penunjang untuk menyampaikan maksud dan
tujuan. Dari sini sudah jelas bahwa berbicara itu lebih dari sekadar pengucapan
bunyi-bunyi atau kata-kata saja tetapi harus disertai dengan
aktivitas-aktivitas nonverbal.
Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi sebab di
dalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Proses
komunikasi itu dapat digambarkan dalam bentuk diagram berikut ini (Rofiuddin,
1997).
Dalam proses komunikasi terjadi pemindahan pesan dari komunikator
(pembicara) kepada komunikan (pendengar). Komunikator adalah seseorang yang
memiliki pesan. Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu
diubah ke dalam simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak. Simbol tersebut
memerlukan saluran agar dapat dipindahkan kepada komunikan. Bahasa lisan adalah
alat komunikasi berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Saluran
untuk memindahkannya adalah udara. Selanjutnya, simbol yang disalurkan lewat
udara diterima oleh komunikan. Karena simbol yang disampaikan itu dipahami oleh
komunikan, ia dapat mengerti pesan yang disampaikan oleh komunikator.
Tahap selanjutnya, komunikan memberikan umpan balik kepada komunikator.
Umpan balik adalah reaksi yang timbul setelah komunikan memahami pesan. Reaksi
dapat berupa jawaban atau tindakan. Dengan demikian, komunikasi yang berhasil
ditandai oleh adanya interaksi antara komunikator dengan komunikan.
Berbicara sebagai salah satu bentuk komunikasi akan mudah dipahami
dengan cara memperbandingkan diagram komunikasi dengan diagram peristiwa
berbahasa. Brooks (Tarigan, 1983:12) menggambarkan alur peristiwa bahasa berikut
ini.
Berbicara merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan
faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik dan linguistik. Pada saat
berbicara seseorang memanfaatkan faktor fisik, yaitu alat ucap untuk
menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh yang lain seperti kepala, tangan,
dan roman muka pun dimanfaatkan dalam berbicara. Stabilitas emosi, misalnya
tidak saja berpengaruh terhadap kualitas suara yang dihasilkan oleh alat ucap
tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan.
Berbicara juga tidak terlepas dari faktor neurologis, yaitu jaringan
saraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga, dan organ tubuh lain
yang ikut dalam aktivitas berbicara. Demikian pula faktor semantik yang
berhubungan dengan makna, dan faktor linguistik yang berkaitan dengan struktur
bahasa selalu berperan dalam kegiatan berbicara. Bunyi yang dihasilkan oleh
alat ucap dan kata-kata harus disusun menurut aturan tertentu agar bermakna.
Berbicara merupakan tuntunan kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial
sehingga dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Stewart dan Kenner Zimmer
(Depdikbud, 1984/85:8) memandang kebutuhan akan komunikasi yang efektif
dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan dalam setiap individu,
baik aktivitas individu maupun kelompok. Kemampuan berbicara sangat dibutuhkan
dalam berbagai kehidupan keseharian kita. Oleh karena itu, kemampuan ini perlu
dilatihkan secara rekursif sejak jenjang pendidikan sekolah dasar.
Berbicara juga dimaknai sebagai suatu alat untuk mengkomunikasikan
gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan sang pendengar/penyimak. Instrumen yang mengungkapkan
kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahami
ataupun tidak baik bahan pembicaraanya maupun para penyimaknya. Apakah dia
bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak pada saat dia
mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta
antusias/tidak (Mulgrave dalam Tarigan 1984:15).
Pikiran dan perasaan, merefleksikan pengalaman, dan berbagi informasi
(Ellis, 1989). Ide merupakan esensi dari apa yang kita bicarakan dan kata-kata
merupakan untuk mengekspresikannya. Berbicara merupakan proses yang kompleks karena melibatkan
berpikir, bahasa, dan keterampilan sosial.
Dalam kegiatan menyimak, aktivitas kita diawali dengan mendengar dan
diakhiri dengan memahami atau menanggapi. Kegiatan berbicara tidak demikian,
kegiatan berbicara diawali dari suatu pesan yang harus dimiliki pembicara yang
akan disampaikan kepada penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima atau
memahami isi pesan tersebut. Penyampaian isi pikiran dan perasaan, penyampaian
informasi, gagasan, serta pendapat yang selanjutnya disebut pesan (message) ini diharapkan sampai ke tujuan
secara tepat.
Dari uraian beberapa pendapat ahli di atas
dapat disimpulkan bahwa kemampuan
berbicara adalah kemampuan, ketangkasan, keterampilan dan kesanggupan
menyampaikan tanda-tanda yang dapat didengar dari alat artikulasi dengan gerakan penunjang untuk menyampikan
informasi, mengekspresikan, menyampaikan ide, pikiran, isi hati seseorang
kepada orang lain dengan berkata, berbahasa, berunding sehingga terjadi
pemindahan pesan dengan reaksi berupa jawaban dari pendengar dengan
memanfaatkan faktor psikologis, neurologis, semantik dan linguistik dan
merupakan kebutuhan makhluk sosial untuk berpikir, bernalar, memperluas wawasan
yang dalam pelaksanaannya sangat membutuhkan kemampuan intelektual, kemampuan
fisik dan kemampuan sosial.
Menceritakan berbagai pengalaman dengan
ekspresi yang tepat merupakan salah satu situasi yang
diklasifikasikan sebagai kegiatan berbicara untuk menyampaikan informasi, mengekspresikan,
menyampaikan isi hati dengan memanfaatkan faktor psikologis, neurologis,
semantik dan sehingga dalam pelaksanaannya sangat membutuhkan kemampuan
intelektual, kemampuan fisik dan kemampuan sosial. Tarigan
berpendapat bahwa pembicaraan-pembicaraan yang bersifat informatif menyandarkan
diri pula pada lima sumber utama, yaitu: (1) pengalaman yang harus
dihubung-hubungkan seperti perjalanan, petualangan, cerita roman/novel, (2)
proses-proses yang harus dijelaskan, seperti pembuatan sebuah buku, mencampur
pigmen-pigmen untuk membuat warna-warna, merekam serta memotret bunyi, (3)
tulisan-tulisan yang harus dijelaskan/dipahami, seperti arti/ makna konstitusi,
falsfah Plato, (4) ide-ide atau gagasan-gagasan yang harus disingkapkan seperti
makna estetika, (5) instruksi-instruksi atau pengajaran-pengajaran yang harus
digambarkan dan diragakan, seperti: bagaimana bermain catur, bagaimana cara
membuat kapal (1981:27-28)
2.1.2 Tujuan
Berbicara
Tujuan umum berbicara adalah untuk berkomunikasi (Arsjad, 1988: 24). Tarigan
(Rahmawati, 2007: 19) juga berpendapat berbicara sebagai alat sosial (social tool) ataupun sebagai alat
perusahaan atau profesional (bussines or
professional tool) mempunyai tiga tujuan umum yaitu:
1.
Memberitahukan,
melaporkan (to inform);
2.
Menjamu,
menghibur (to intertain), dan
3.
Membujuk,
mengajak, mendesak, meyakinkan (to
persuade).
Sedangkan Stuart (1992: 8) menjabarkan tujuan berbicara lebih kompleks
yaitu ada lima tujuan;
1.
Memberikan
informasi;
2.
Menggairahkan/
mendorong/ mengilhami;
3.
Membujuk/
meyakinkan/ menjual;
4.
Menyelidiki/
berdebat/ berunding;
5.
Memikat/
menghibur.
2.1.3 ManfaatBerbicara
Berbicara sebagai salah satu keterampilan yang ditekankan dalam mata
pelajaran bahasa tentunya memiliki manfaat yang sangat penting, karena dari
besarnya manfaat tersebut menjadikan bercerita sebagai standar kompetensi atau pokok bahasan baik di
tingkat SD maupun sampi Perguruan Tinggi. Adapun manfaat berbicara akan penulis
jabarkan berdasarkan pendapat dari para ahli.
Salah satu diantaranya adalah pendapat menurut Tarigan (Hargianti,
2008: 9) bahwa berbicara sebagai salah satu keterampilan berbahasa mempunyai
lima peranan atau manfaat sebagai berikut:
1.
Menghibur
Berbicara
untuk menghibur dilakukan dengan cara pembicaraan menarik perhatian pendengar
dengan berbagai cara seperti humor, spontanitas, menggairahkan. Suasana
pembicaraan santai penuh canda.
2.
Menginformasikan
Berbicara
untuk melaporkan, menginformasikan dilakukan apabila seseorang ingin (1)
menjelaskan suatu proses, (2) menguraikan, menafsirkan atau menginterpretasikan
sesuatu, (3) memberi, menyebarkan pengetahuan, (4) menjelaskan kaitan,
hubungan, relasi antar benda, hal atau peristiwa.
3.
Menstimulasi
Berbicara
untuk menstimulasi yaitu pembicara berupaya untuk membangkitkan inspirasi,
kemauan, atau minat pendengarnya untuk melaksanakan sesuatu.
4.
Meyakinkan
Berbicara
untuk meyakinkan menuntut pembicara bisa meyakinkan pendengar tentang suatu
hal. Diharapkan sikap pendengar dapat berubah, misalnya dari sikap menolak
menjadi menerima sebaliknya.
5.
Menggerakkan
Berbicara
menuntut penyimak agar bisa berbuat, bertindak atau berinteraksi seperti yang
dikehendaki pembicara yang merupakan kelanjutan, pertumbuhan, atau perkembangan
berbicara untuk meyakinkan.
2.2
Jenis-Jenis
Berbicara
Berbicara menurut Tarigan
(1981: 22 – 23) dapat dibagi atas:
1.
Berbicara di muka umum
(public speaking) yang mencakup empat
jenis yaitu:
a.
Berbicara
dalam situasi-situasi yang bersifat memberitahukan atau melaporkan; yang
bersifat informatif (informatif speaking).
b.
Berbicara
dalam situasi-situasi yang bersifat kekeluargaan, persahabatan (fellowship speaking).
c.
Berbicara
dalam situasi-situasi yang bersifat membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (persuasive speaking).
d.
Berbicara
dalam situasi-situasi yang bersifat merundingkan dengan tenang dan hati-hati (deliberative speaking).
2.
Berbicara pada
konferensi (conference speaking) yang
meliputi:
a.
Diskusi
kelompok baik situasi resmi (formal)
maupun non resmi (informal).
b.
Prosedur
parlementer (parliamentary prosedure)
c.
Debat.
2.3
Faktor
Penunjang Kefektifan Berbicara
Faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara yang harus diperhatikan
oleh pembicara mencakup faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan.
1.
Faktor
Kebahasaan
a. Ketepatan Ucapan
Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat
akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, dan kurang menarik sehingga
mengganggu komunikasi serta mengalihkan perhatian pendengar. Karenanya seorang
pembicara harus membiasakan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat.
b. Penempatan Tekanan, nada yang sesuai
Kesesuaian
tekanan, nada, akan menjadi daya tarik tersendiri dalam berbicara. Walaupun
kadang masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada
yang sesuai akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika
penyampaiannya datar-datar saja hampir dapat dipastikam akan menimbulkan
kejemuhan dana keefektifan berbicara menjadi berkurang.
c. Pilihan Kata (Diksi)
Pilihan kata
hendaknya tepat, jelas dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dipahami oleh
pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih
paham jika kata-kata yang digunakan sudah dikenal oleh pendengar. Pilihan kata
harus disesuaikan dengan pokok pembicaraan dan pendengar. Pendengar akan lebih
tertarik dan senang mendengarkan kalau pembicara berbicara dengan jelas dalam
bahasa yang dikuasainya.
d. Kalimat Efektif
Kalimat efektif
mempunyai ciri-ciri keutuhan, kepaduan, pemusatan perhatian, dan kehematan.
Kepaduan bertalian dengan hubungan antara unsur-unsur dalam kalimat. Pemusatan
perhatian pada bagian yang penting dalam kalimat dapat dicapai dengan
menempatkan bagian tersebut pada awal atau akhir kalimat, sehngga bagian ini
mendapat penekanan pada waktu berbicara.
2.
Faktor
Nonkebahasaan
a. Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku
b. Pandangan harus diarahkan kepada lawan
bicara/pendengar
c. Kesediaan menghargai pendapat orang lain
d. Gerak-gerik dan mimik yang tepat
e. Kenyaringan suaru
f. Kelancaran
g. Penguasaan topik.
2.4
Hakikat
cerita
Bercerita berasal dari kata cerita yang artinya tuturan
yang membentangkan bagaimana
sesuatu terjadi, peristiwa,, hal
yang mengisahkan perbuatan, pengalaman, penderitaan orang dan sebagainya
dongeng; cerpen. (KBBI, 2005: 108).
Kata “cerita”
sendirijuga mengacu pada
sesuatu yang diungkapkan dalam aktifitas bercerita. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Takdiroatun 2005), cerita diartikan dalam beberapa pengertian:
1.
Tuturan
yang membentangkan suatu hal peristiwa, kejadian, dan sebagainya;
2.
Karangan
yang menuturkan perbuatan, pengalaman, penderitaan orang, kejadian, dan
sebagainya, baik sungguh-sungguh maupun rekaan belaka;
3.
Lakon
yang diwujudkan dan dipertunjukkan dan digamar hidup seperti sandiwara, wayang,
dan sebagainya.
Masing-masing
pengertian memiliki bentuk visualisasi yang berbeda-beda. Pada pengertian yang
pertama, cerita diartikan sebagai sesuatuyang dituturkan secara lisan tentang
suatu peristiwa atau kejadian. Pengertian cerita seperti ini dapat dilihat pada
aktifitas bercerita yang dilakukan pendidik kepada peserta didik, atau orang tua kepada anaknya. Aktifitas
bercerita seperti ini secara kental muncul pada tradisi lisan yang berkembang
pada beberapa waktu lalu, yaitu dengan munculnya pawang cerita.
Pada
pengertian yang kedua, karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman,
penderitaan orang, kejadian, dan sebagainya baik yang sungguh-sungguh maupun
rekaan belaka, cerita diartikan sebagai karya dalam bentuk tulisan, seperti
halnya buku cerita maupun cerita anak yang ditulis dalam majalah. Dalam
pengertian kedua ini dikenal dengan cerita yang sungguh-sungguh terjadi
(nonfiksi) dan cerita rekaan (nonfiksi). Dalam kategori cerita yang
sungguh-sungguh terjadi, cerita dapat diwujudkan dalam bentuk biografi seorang
tokoh dan tulisan pengalaman yang mengesankan. Dalam kategori cerita rekaan,
cerita dapat berkembang secara lebih luas sehingga muncul variasi-variasi tema
yang menarik dalam berbagai karya cerita. Dalam praktiknya, unsur nonfiksi dan
fiksi sebenarnya dapat digabung. Hal ini dapat dilakukan pada cerita yang
mengandung sains (ilmu alam).
Berbeda lagi
dengan pengertian pertama dan kedua, pada pengertian yang ketiga, lakon yang
diwujudkan atau dipertunjukkan dan digambar hidup seperti sandiwara, wayang dan
sebagainya, maka cerita dapat diartikan sebagai karya dalam bentuk pementasan.
Untuk pengertian yang ketiga ini, secara operasional dibutuhkan beberapa hal tentang
desain panggung dan dekorasi, pemilihan pemain, pemakaian kostum, akting, soun
efek, dan sebagainya.
Ketiga
pengertian tentang cerita di atas mengisyaratkan bentuk-bentuk cerita dalam
kategori lisan, tulis, dan kategori. Ketiga bentuk tersebut memiliki
konsekuensi yang berbeda.
Walaupun
mengacu pada istilah teknis bercerita juga bisa dikaitkan dengan istilah
“cerita” dalam bentuk tulisan dan pementasan. Sebenarnya esensi dari bercerita
itu terletak pada adanya cerita yang diceritakan, sehingga apapun bentuknya
(lisan, tulisan, akting), semuanya dapat dikategorikan sebagai aktifitas
bercerita. (Takdiroatun Musfiroh 2005 : 56-58).
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa bercerita adalah sesuatu yang diungkapkan dalam bentuk
cerita baik melalui lisan, tulisan maupun gerak.
2.3.1 Struktur
dalam Bercerita
Struktur
cerita terbagi menjadi empat bagian (Simanjuntak : 12) :
1.
Permulaan (awal), yaitu pengembangan awal cerita yang biasanya
diawali dengan pengenalan tokoh beserta watak-wataknya;
2.
Tubuh cerita
(pengembangan), yaitu pemaparan permasalahan dalam cerita, apa yang akan
disuguhkan pada pendengar atau pembaca. Dalam bagian ini sudah muncul awal
konflik beserta tokoh-tokoh yang bertentangan (antagonis-protagonis-tritagonis);
3.
Klimaks (puncak
ketegangan), yaitu mengumpulnya berbagai permasalahan menjadi satu kesatuan
yang memerlukan jalan keluar. Dalam hal ini secara tidak langsung kadang
penyelasaian hadir dengan sendirinya.
4.
Penutup
(penyelesaian), yaitu sudah terbuka jalan keluar dari kumpulan masalah
(klimaks) dan menjadi akhir cerita
2.3.2 Teknik
Bercerita
Berikut ini ada
beberapa teknik atau cara bercerita yang bisa menjadi pengetahuan dasar kita
bercerita. (http://niahidayati.net/cara-bercerita-dan-kekuatan-cerita-untuk-anak.html:
17/4/2012).
1.
Banyak membaca dari buku-buku cerita
atau dongeng, serta banyak membaca dari pengalaman atau kejadian sehari-hari
yang pantas diberikan. Banyak membaca akan memperkaya “bank” cerita
kita, sehingga cerita yang kita sampaikan lebih variatif.
2.
Biasakan untuk ngobrol karena dengan mengobrol
kita bisa mengetahui dan memahamigaya
bahasa, istilah digunakan, serta sejauh mana pemahamannya akan sesuatu. Dengan
menanggapai obrolan, ceritanya, pembicaraan, kita jadi lebih paham apa yang disukai
dan tidak disukai, sehingga memudahkan kita bercerita..
3.
Berikan penekanan pada dialog atau kalimat
tertentu dalam cerita yang kita bacakan atau kita tuturkan, kemudian lihat
reaksi pendengar.
Ini untuk mengetahui apakah cerita kita menarik atau tidak, sehingga kita bisa
melanjutkannya atau menggantinya dengan cerita yang lain.
4.
Ekspresikan ungkapan emosi
dalam cerita, seperti marah, sakit, terkejut, bahagia,
gembira atau sedih. Bila perlu sertakan benda-benda tambahan.
5.
Berceritalah pada waktu yang tepat, yaitu di
waktu pendengar bisa mendengarkan dengan baik, sehingga nilai-nilai yang
terkandung dalam cerita bisa diserap dengan baik.
2.5 Hakikat
Pengalaman
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993) pengalaman
diartikan: (n) yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dan
sebagainya). Berbagai pengalaman bisa saja terjadi pada diri setiap orang, baik
pengalaman lucu, mengharukan, menyedihkan, menggembirakan, maupun membanggakan.
2.5.1
Jenis-jenis
Pengalaman
Pengalam ada berbagai macam masing-masing sesuai dengan
peristiwa yang dialami oleh seseorang, adapun diantaranya adalah sebagai
berikut (http://mariard-smanssa.blogspot.com/2011/07/kd-menceritakan-berbagai-pengalaman.html):
1.
Pengalaman
lucu adalah pengalaman yang menggelikan hati, jenaka, atau mampu
menimbulkan tertawa.
2.
Pengalaman
mengharukan adalah pengalaman yang mampu menimbulkan rawan hati atau merawankan
hati karena mendengar / melihat sesuatu.
3.
Pengalaman
menyedihkan adalah pengalaman yang menimbulkan rasa sedih atau (pilu) dalam
hati atau menyusahkan hati.
4.
Pengalaman
menggembirakan adalah pengalaman yang menjadikan seseorang gembira atau
membangkitkan rasa gembira.
5.
Pengalaman
membanggakan adalah pengalaman yang menimbulkan rasa bangga atau menjadikan
besar hati.
2.6
Hakikat
Ekspresi
Ekspresi diartikan sebagai pengungkapan atau proses menyatakan (yaitu
memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan, dsb): sajak itu
merupakan -- dr perasaan hatinya;2 pandangan air muka yg
memperlihatkan perasaan seseorang: -- rasa tidak puas tergambar di wajahnya;
meng·eks·pre·si·kanv mengungkapkan (gagasan, maksud, perasaan, dsb) dengan gerak anggota badan, air muka, kata-kata, dsb: ia berusaha ~ maksudnya dng gerakan tangannya. (http://www.artikata.com/arti-326133-ekspresi.html).
meng·eks·pre·si·kanv mengungkapkan (gagasan, maksud, perasaan, dsb) dengan gerak anggota badan, air muka, kata-kata, dsb: ia berusaha ~ maksudnya dng gerakan tangannya. (http://www.artikata.com/arti-326133-ekspresi.html).
Ekspresi juga dapat diartikan pengungkapan atau proses menyatakan (yaitu
memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan dan perasaan. Ekpresi wajah
sangat terkait dengan emosi : ada enam ekpresi wajah yang terkait emosi. yaitu
: emosi marah, sedih, gembira, muak, surprise, takut, ekpresi wajah ini
bersifat universal. Sifat kepribadian seseorang bisa diketahui dari kontak
pandangan mata.Orang yang menghindari terjadinya kontak pandangan mata
menujukkan sifat kurang berminat pada lawan bicaranya, atau seorang pemalu.Itu
lah definisi dari ekspresi. (http://www.definisi.info/definisi-ekspresi.html).
2.4.1
Ekspresi dalam
bercerita
Ketika kita bercerita tentunya tidak akan menarik dan kita akan merasa
bosan jika hal tersebut dilakukan dengan mata yang hanya menerawang kedepan,
suara datar, gerak tubuh hanya mengikat tangan di belakang tubuh, serta raut
muka yang hanya masam. Karena kekuatan cerita harus didukung dengan kemampuan
dan cara kita bercerita, serta jenis cerita yang kita pilih, sehingga bisa
bermanfaat dalam membangun mental
dan kepribadian. Karena Sejatinya, ada makna di
balik setiap cerita. ( http://niahidayati.net/cara-bercerita-dan-kekuatan-cerita-untuk-anak.html
: 17/4/2012).
Berikut adalah adalah unsur-unsur ekspresi dalam bercerita agar cerita
yang kita sampaikan terasa menarik dan menajdi bermakna bagi pendengar (AL.
Simanjuntak : 31) :
1.
Suara
Suara
memiliki peran yang penting dalam bercerita. Suara yang datar dan rata akan
terasa membosankan bahkan membuat pendengar mengantuk. Suara harus turut
menggambarkan suasana cerita sekaligus menggambarkan kata yang
disampaikan.Misalnya kita hendak menggambarkan tokoh yang marah kata marah
harus diucapkan dengan suara yang lebih keras dan tegas agar seperti orang yang
sedang marah.Suku kata ma lebih
ditekankan.Kemudian kita hendak menceritakan seseorang sedang berbisik maka
suara harus kita rendahkan namun tetap terdengar dari tempat duduk paling
belakang.
Suara
juga harus diatur berat atau tingginya. Misalnya suara ayah lain dari suara ibu
atau suara adik dan suara hewan. Perlu diingat bahwa suara harus dapat didengar
oleh seluruh pendengar meski duduk di barisan belakang sekalipun.Pencerita juga
harus menggunakan suara dengan santai, jangan tegang dan jangan dibuat-buat
agar kedengarannya lebih alami kecuali ketika harus memainkan suara seperti
yang dijelaskan di atas.Pernapasan perlu diatur supaya benar-benar rileks.Hal
terpenting ketika mengucapkan kata adalah jangan pernah menelan suku kata
terakhir yang biasa dilakukan oleh pencerita pada akhir suatu kalimat.
2.
Intonasi atau
Tekanan
Mengucapkan
kata atau kalimat dengan cepat atau lambat turut menggambarkan
keadaan.Misalnya, “orang itu ketakutan dikejar-kejar anjing, ia lari dengan
sekencang-kencangnya.”Kalimat ini diucapkan secara cepat agar terbayang di lari
bukan jalan.Sebaliknya kata juga ada yang diucapkan secara lambat.Misalnya
“Ketika mendaki bukit itu, mula-mula anak berlarian. Tetapi, ketika mendekati
puncak mereka mulai capek hingga
jalannya makin lama makin lambat.” Bagian
akhir kalimat ini diucapkan lebih lambat untuk melukiskan bahwa kalau sudah
capek jalannya pasti lebih lambat. Jadi, mengucapkan cepat lambatnya suatu
kalimat tergantung pada suasana yang hendak dilukiskan.Kalimat yang hendak
melukiskan keadaan secara cepat disampaikan secara cepat pula dan kalimat yang
hendak melukiskan keadaan lambat diucapkan lambat pula.
3.
Raut Muka atau
Mimik
Raut muka memegang peranan penting dalam bercerita.Misalnya pencerita
tersenyum dengan mata cerah ketika menceritakan keadaan gembira.Sebaliknya
pencerita memperlihatkan wajah yang lesu ketika menceritakan sesuatu yang
sedih.Mengerutkan kening ketika memikirkan sesuatu, takut, heran, bosan, dan lainnya
perlu terlihat jelas pada raut muka pencerita.
Berikut adalah gambar-gambar mimik wajah sesuai dengan keadaan yang
digambarkan oleh pencerita:
Ekspresi sedih
-
Ekspresi sedih ditunjukan dengan pandangan mata yang kosong dan lemah.
-
Ditambah dengan mata berkaca-kaca seperti mau menangis.
-
Gambar mulut melengkung ke bawah
-
Ekspresi marah ini ditunjukkan dengan mendekatkan kedua alis.
-
Sorotan pandangan yang tajam dan dingin pada lawan bicaranya.
-
Ditambah pula dengan kerutan di dahi yang menampakkankemarahannya.
-
Berteriak merupakan salah satu bentuk marah yang palinggampang dipahami
oleh orang.
-
Ekspresi gembira ini ditunjukkan dengan menaikkan kedua alis.
-
Gambar mata yang besar dan berbinar-binar.
-
Gambar mulut seperti segitiga terbalik atau melengkung ke atas
Ekspresiterkejut
Ekspresi terkejut ini diketahui dari bentuk bulatan mata yang mengecildan digambarkan tidak ada efek cahaya dari bulatan mata.
Ekspresi terkejut ini diketahui dari bentuk bulatan mata yang mengecildan digambarkan tidak ada efek cahaya dari bulatan mata.
-
Ekspresi wajah yang tenang, ramah atau bahagia ini dapat diketahui dari
bentuk mulut yang digambarkan melengkung ke bawah dan pandangan mata yang
digambarkan normal.
4.
Gerak Tubuh
(Gesture)
Umumnya
pada waktu bercerita orang menggerak-gerakkan tangannya. Misalnya, untuk
menggambarkan sesuatu yang kecil kita memperlihatkan dengan cara mendekatkan
jempol dengan telunjuk dan mendekatkannya ke mata, bahkan kita akan mengecilkan
mata juga. Gerak-gerik seperti itu menolong pendengar melihat apa yang
diceritakan. Tentunya gerak-gerik
berlebihan perlu dicegah.Gerak-gerik berlebihan membuat pencerita menyerupai
badut.Misalnya, ketika kita menceritakan seorang anak-anak berguling-guling di
atas lantai janganlah pencerita berguling-guling karena hal itu sangat
berlebihan dan menghilangkan makna cerita.Pencerita cukup menggunakan tangan
untuk menggambarkan hal tersebut.
2.5
Hakikat
Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat di Sekolah
2.5.1
Hakikat Belajar dan Pembelajaran
2.5.1.1 Hakikat Belajar
Belajar
merupakan unsur yang paling fundamental dalam prosespendidikan. Pemahaman yang
benar mengenai arti belajar dengan segala aspek,bentuk, dan manifestasinya
mutlak diperlukan oleh para pendidik. Kekeliruanpersepsi mereka tehadap proses
belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya,mungkin akan mengakibatkan kurang
bermutunya hasil pembelajaran yangdicapai peserta didik. Untuk menghindari kekeliruan persepsi
tersebut, penulisakan memberikan beberapa pengertian belajar yang dikemukan
oleh para ahlipendidikan. Samsudin (2008:48) menyatakan, bahwabelajar pada
hakekatnya merupakan proses perubahan di dalamkepribadian berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, dan kepandaian.Perubahanini bersifat menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai suatu hasil darilatihan atau pengalaman.
Selanjutnya
Gagne (1985) dalam Winataputra (2007:1.8) menyatakanbahwa ”Belajar adalah suatu
perubahan dalam kemampuan yang bertahan lamadan bukan berasal dari proses
pertumbuhan.”
Berdasarkan
pendapat di atas mengenai pengertian belajar, penulismenyimpulkan secara umum
bahwa belajar adalah suatu proses perubahan didalam kepribadian manusia dalam
bentuk peningkatan kualitas kecakapan,pengetahuan, sikap, pemahaman,
keterampilan serta daya pikir. Maka belajarmerupakan suatu proses usaha yang
disengaja dan disadari oleh individu agar
tercapai
peningkatan kualitas sumber daya manusia.Perubahan tingkah laku merupakan hasil
dari proses belajar. Perubahantingkah laku yang terjadi pada diri individu
karena adanya interaksi antara dirinyadengan lingkungannya. Menurut Winataputra
(2007:1.14) menjelaskan bahwaciri-ciri belajar adalah “Adanya perubahan perilaku.
Perubahan perilaku tersebut merupakan
hasil interaksi individu dengan lingkungan, serta perilaku tersebutbersifat menetap.”
2.5.1.2
Hakikat
Pembelajaran
Kegiatan
belajar dan pembelajaran dalam konteks pendidikan formal disekolah, merupakan
fungsi pokok guna mewujudkan tujuan institusional yangdiemban oleh suatu
lembaga. Dalam pelaksanaan fungsi dan tugas institusionalitu, pendidik menempati kedudukan
sebagai figur formal. Tugas dan tanggung jawabsebagai pendidik adalah untuk
membantu peserta didik melakukan kegiatanbelajar, dalam hal ini disebut dengan
pembelajaran.Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasitransaksional
yang bersifat timbal balik antara pendidik
dan
peserta didik untuk
mencapaitujuan yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan fungsi dan tugas
institusionalitu, pendidik
menempati kedudukan sebagai figur formal. Tugas dan tanggung jawabsebagai pendidik
adalah untuk membantu peserta didik melakukan kegiatanbelajar, dalam hal ini
disebut dengan pembelajaran.Istilah pembelajaran tiada laindari makna mengajar,
hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajarmengajar peserta didik harus dijadikan
pusat dari kegiatan. Samsudin (2008:48)menyatakan, bahwaPembelajaran pada
hakikatnya adalah suatu proses interaksi antara anakdengan anak, anak dengan
sumber belajar, dan anak dengan pendidik.Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi
bermakna bagi anak jika dilakukandalam lingkungan yang nyaman dan memberikan
rasa aman bagi anak.
Selanjutnya
Winataputra (2007:1.18) mengemukakan bahwa”Pembelajaranmerupakan kegiatan yang
dilakukan untuk memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar
pada diri pesertadidik.”
2.5.2
Tujuan Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia
Banyak
orang yang belajar bahasa dengan berbagai tujuan yang berbeda. Ada yang belajar
hanya untuk mengerti, ada yang belajar untuk memahami isi bacaan, ada yang
belajar untuk dapat bercakap-cakap dengan lancar, ada pula yang belajar hanya sekedar harga diri,
dan ada pula yang belajar dengan berbagai tujuan khusus.
Tujuan
pembelajaran bahasa, menurut Basiranadalah keterampilan komunikasi dalam
berbagai konteks komunikasi (http://miftah19.wordpress.com/2010/09/27/tujuan-pembelajaran-bahasa). Kemampuan yang
dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan
mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi
kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan.
Sementara
itu, dalam kurikulum 2004 untuk SMA dan MA, disebutkan bahwa tujuan
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia secara umum meliputi:
1.
Peserta Didik menghargai dan membanggakan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara.
2.
Peserta Didik memahami Bahasa Indonesia dari segi
bentuk, makna, dan fungsi,serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk
bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan.
3.
Peserta Didik memiliki kemampuan menggunakan Bahasa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional,dan
kematangan sosial.
4.
Peserta Didik memiliki disiplin dalam berpikir dan
berbahasa (berbicara dan menulis).
5.
Peserta Didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya
sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
6.
Peserta Didik menghargai dan membanggakan sastra
Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Untuk
sampai pada tujuan tersebut, diperlukan strategi penyampaian pembelajaran
berupa metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada pebelajar untuk menerima
serta merespon masukan yang berasal dari pelajar. Adapun strategi pengelolaan
pembelajaran adalah metode untuk menata interaksi antara pelajar dengan
variabel pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran.
2.5.3
Pembelajaran Menceritakan
berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat
Menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat pada dasarnya
adalah kompetensi dasar dari standar kompetensi berbicara.Dimana peserta didik
dalam hal ini dituntut bisa menceritakan pengalaman pribadinya dengan ekspresi
yang tepat agar apa yang diceritakan mudah dipahami oleh pendengar.
Selain itu pembelajaran menceritakan berbagai pengalaman dengan ekpresi
yang tepat juga bertujuan peserta didik :
1.
Mampu
mengidentifikasi pengalaman yang mengesankan.
2.
Mampu
menentukan pengalaman yang paling mengesankan dari daftar pengalaman yang diidentifikasi.
3.
Mampu
menyusun pokok-pokok cerita menjadi rangkaian cerita berdasarkan pengalaman
yang paling berkesan.
4.
Mampu
menceritakan pengalaman yang paling berkesan berdasarkan pokok-pokok rangkaian cerita dengan menggunakan pilihan
kata yang tepat dan kalimat yang efektif.
5.
Mampu menceritakan pengalaman yang menarik dengan
tuturan yang sopan dan santun.
6.
Mampu menghargai kehidupan peserta didik dengan
menanggapi cerita pengalaman yang disampaikan oleh peserta didik lain.
2.6
Hakikat Strategi Pembelajaran
Istilah strategi ini berasal dari istilah dalam dunia kemiliteran.
Strategi berasal dari kata “strategis” (bahasa Yunani) yang berarti :
Perencanaan penggunaan angkatan perang untuk mencapai tujuan (dalam hal ini
tujuan pertempuran).
Dalam dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran, strategi
mengandung arti yang berbeda dari pengertian strategi dalam dunia kemiliteran
meskipun sama-sama mengandung unsur mencapai tujuan.
Mengajar dalam proses pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan
menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar.
Sedangkan system lingkungan tersebut mengandung banyak komponen, antara lain: komponen-komponen
tujuan, materi, pembelajar, pebelajar sarana, prasarana yang masing-masing
komponen akan sangat berpengaruh dalam sistem tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka berikut beberapa pengertian
tentang strategi pembelajaran.
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang dipilih oleh
pelajar atau pengajar dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan
fasilitas kepada pebelajar menuju kepada tercapainya tujuan pembelajaran
tertentu yang telah ditetapkan. Secara umum, strategi pembelajaran menurut
Kozma (1978 : 97), dapat diartikan “setiap kegiatan yang dipilih, yang dapat
memberikan fasilitas atau bantuan kepada pebelajar menuju kepada tercapainya
tujuan pembelajaran tertentu yang telah ditetapkan”.
Dalam memberikan definisi mengenai strategi pembelajaran Dick dan Carey
tidak hanya membatasi kepada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di
dalamnya materi atau paket pembelajaran.
“Suatu strategi pembelajaran terdiri atas semua komponen materi (paket)
pembelajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu pebelajar dalam
mencapai tujuan pembelajaran tertentu”. (Dick dan Carey, 1997 : 106).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran berasal
dari sebuah pendekatan yang melahirkan sebuah metode pembelajaran dan metode
pembelajaran melahirkan strategi pembelajaran kemudian lebih spesifik lagi disebut
dengan teknik pembelajaran.
2.7
Strategi TANDUR
2.7.1 Hakikat Strategi TANDUR
Hakikat TANDUR adalah suatu bentuk strategi pembelajaran yang merangkum
konsep metode Quantum Teaching and Learning yaitu metode pembelajaran yang
menjadi bagian dari pendekatan CTL (Contextual
Teaching and Learning).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), TANDUR memang berarti menanam
padi. Namun, dalam buku Quantum Teaching edisi terjemahan Indonesianya, tanduryang diberi titik di setiap
akhir hurufmemiliki makna yang sangat kaya.Sesungguhnya, makna yang kaya itu
hampir senada dengan makna-asli tandur yang terdapat di KBBI.Dalam Quantum
Teaching T.A.N.D.U.R adalah sebuah
kegiatan yang sangat terencana dan rapi dalam menanam ilmudi dalam diri setiap anak dengan cara-cara yang
tidak biasa.
Strategi
TANDUR merupakan akronim hasil
terjemahan. Konsepkerangka pembelajaran tersebut dicetuskan oleh Bobbi DePorter
pada tahun 1999dengan nama asli dari strategi tersebut adalah EEL Dr. C yang
merupakanakronim dari (a) Enroll; (b) Experience; (c) Label;
(d) Demonstrate; (e) Review;dan (f) Celebrate (DePorter,
1999:88-93). Dalam terjemahannya menjadi
TANDURkependekan dariTumbuhkan, Alami, Namai,
Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan yang merupakan kerangka rancangan
pembelajaran quantum learning (DePorter, 2003 : 88 – 93 ).
StrategiTANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai demonstrasikan,
Ulangi, dan Rayakan) merupakan strategi pembelajaran yang
dikembangkan dalam model pembelajaran quantum. Quantum teaching menguraikan
cara-cara baru yang memudahkan proses belajar lewat
perpaduan unsur seni dan pencapaian yang terarah, apapun mata pelajaran yang di ajarkan. Dengan
menggunakan metode Quantum teaching dapat menggabungkan keistimewaan-keistimewaan belajar menuju bentuk perencanaan
pengajaran yang akan melejitkan prestasi peserta didik( DePorter, 2003: 3 ).
Strategi TANDUR
dirancang untuk meningkatkan aktifitas peserta didik denganpemberian pengalaman belajar
melalui pengamatan, penyelidikan, maupun diskusi atas pemasalahan yang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman belajar tersebut dikemas dalam
skenario pembelajaran yang menyenangkan.
2.7.2
TANDURsebagai
Strategi Pembelajaran
TANDURadalah strategi pembelajaran yang menitik
beratkan pada pendekatan kontekstual dimana para peserta didik menempatkan posisi mereka sebagai obejek
yang dikaji dalam pembelajaran, dengan menempatkan posisi mereka sebagai subjek
dalam materi dengan media kehidupan bisa memancing keaktifan dan daya tarik peserta
didik sehingga mereka nyaman dan
merasa sesuai dengan apa yang meraka pelajari.
Ketika peserta didik belajar menggunakan
cara yang cocok dengan gaya belajar pribadi, mereka akan belajar secara alami.
Belajar secara alamiah menjadi mudah dan yang mudah menjadi lebih cepat karena pembelajaransaat
berada di kelas disesuaikan dengan
kehidupan sebenarnyabaik ketika seorang pendidik berhadapan denganpeserta didik, merencanakan
pembelajaran maupun mengevaluasinya.
TANDURmerupakan konsep pembelajaran agar dapat menyerap fakta,
konsep, prosedur, dan prinsip sebuah ilmu dengan cara cepat, menyenangkan, dan berkesan. Hal ini dapat dilihat dari paradigma, prinsip
dan kerangka pembelajaran Quantum Learning yang tertuang dalam strategi TANDUR yaitu sebagai berikut:
Paradigma
Quantum Learning yang
tertuang dalam TANDUR
1.
Setiap
orang adalah pendidik dan sekaligus peserta didik sehingga bisa saling berfungsi sebagai
fasilitator.
2.
Bagi
kebanyakan orang belajar akan sangat efektif jika dilakukan dalam suasana yang
menyenangkan, lingkungan dan suasana yang tidak terlalu formal, penataan duduk
setengah melingkar tanpa meja, penataan sinar atau cahaya yang baik sehingga
peserta merasa santai dan relak.
3.
Setiap
orang mempunyai gaya belajar, bekerja dan berpikir yang unik dan berbeda yang
merupakan pembawaan alamiah sehingga kita tidak perlu merubahnya dengan
demikian perasaan nyaman dan positif akan terbentuk dalam menerima informasi
atau materi yang diberikan oleh fasilitator.
4.
Modul
pelajaran tidak harus rumit tapi harus dapat disajikan dalam bentuk sederhana
dan lebih banyak kesuatu kasus nyata atau aplikasi langsung.
Prinsip
belajar dari Quantum Teaching yang tertuang dalam Strategi
TANDUR, yaitu:
a.
Segalanya
berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya
menyampaikan pesan tentang belajar.
b.
Segalanya
bertujuan, peserta didik diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang
kita ajarkan.
c.
Pengalaman
sebelum konsep, dari pengalaman pendidik dan peserta didik diperoleh banyak konsep.
d.
Akui setiap
usaha, menghargai usaha peserta
didik sekecil apa pun.
e.
Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan,
kita harus memberi pujian pada peserta
didik yang terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan
memberi tepuk tangan, berkata: bagus!, baik!, dll.
KerangkaRancangan Belajar TANDUR
a.
TUMBUHKAN. Tumbuhkan minat dengan memuaskan “Apakah
Manfaat Bagiku ” (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan pelajar.
b.
ALAMI. Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang
dapat dimengerti semua pelajar.
c.
NAMAI. Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus,
strategi sebuah “masukan”.
d.
DEMONSTRASIKAN. Sediakan kesempatan bagi peserta didik untuk ‘menunjukkan bahwa
mereka tahu”.
e.
ULANGI. Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi
dan menegaskan , “Aku tahu dan memang tahu ini”.
f.
RAYAKAN. Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan
pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.
2.7.3
Keunggulan
Strategi TANDUR
Salah satu
diantara keunggulan strategi TANDUR yang
paling menonjol adalah strategi TANDUR merupakan
salah satu strategi untuk mengantisipasipembelajaran yang mengarah pada tataran
teoritis. Selain itu beberapa
keunggulan dari TANDUR sebagai suatu strategi, adalah sebagai berikut:
1.
TANDUR dapat
menumbuhkan motivasi peserta didik
dan mengajak peserta didik
mengetahuimanfaat mempelajari sesuatu;
2.
Memberikan tahapan-tahapan
belajar;
3.
Peserta didik bebas
berkreatif menuangkan ide dan gagasannya;
4.
Terciptanya interaksi
yangbaik antara pendidik
dan peserta didik;
5.
berprinsip segala
sesuatu yang layak dipelajarimaka layak pula dirayakan;
6.
mampu mengubah suasana pembelajaranmenjadi
meriah dan menyenangkan.
2.7.4
Kelemahan Strategi
TANDUR
Meskipun strategi TANDUR
dianggap sebagai strategi pembelajaran yang bisa digunakan untuk mata
pelajaran apapun hal tersebut tidak bisa menjamin bahwa strategi TANDUR lepas dari sisi kelemahan.Hanya
saja kelemahan strategi TANDUR lebih
sedikit jika dibandingkan dengan keunggulannya.
Adapun kelemahan strategi TANDUR adalah sebagai berikut.(http://www.sarjanaku.com/2010/12/keunggulan-dan-kelemahan-quantum.html) :
1.
Membutuhkan pengalaman
yang nyata
Dalam pelaksanaannya membutuhkan pengalaman nyata.Pembelajaran tidak
berjalan efektif jika tidak didukung dengan pengetahuan peserta didik sebelumnya
dan pengetahuan tersebut didukung oleh pengalaman.
2.
Waktu yang cukup lama
untuk menumbuhkan motivasi dalam belajar
Penerapan strategi TANDUR minimal
dilaksanakan 3 kali pertemuan, sehingga apabila ada kegagalan pada siklus maka
harus diulang lagi dengan mengorbankan waktu yang cukup lama.
3.
Kesulitan
mengidentifikasi ketrampilan peserta
didik
Penilaian yang digunakan dalam strategi TANDUR rata-rata adalah penilaian praktis sehingga sulit untuk
mengidentifikasi secara valid keterampilan peserta didik.
2.7.5 Penerapan Strategi TANDUR
dalam Pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang
Tepat
Pembelajaran dengan strategi TANDUR pada kompetensi dasar menceritakan
berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat ini mengarahkan peserta didik untuk berperan seperti yang
ada dalam diri mereka.
Beberapa tahap
yang harus ditempuh dalam pembelajaran ini adalah:
a.
Tahap
persiapan
Dalam tahap persiapan ini yang harus dipersiapkan
yaitu: (1) menentukan indikator
pencapaian pembelajaran yang akan dilaksanakan, (2) menentukan banyaknya
peserta didik yang akan
terlibat dalam pembelajaran serta
seberapa pengetahuan yang telah mereka miliki, (3) mencari bahan yang akan digunakan sebagai contoh dalam pembelajaran,
(4) menyusun petunjuk secara runtut
dan tertulis, (5) menyusun
form identifikasi hasil yang mungkin diperoleh oleh para peserta didik, (6) menentukan profil peranpencerita atau sudut pandang yang akan diceritakan,
(7) menyusun urutan peristiwa pengalaman
yang relevan 8) membuat undian untuk
mempersilakan peserta didik menceritakan berbagai pengalam dengan
ekspresi yang tepat, (9) merancang desain
penilaian tampilan untuk seluruh peserta didik, (10) menyusun garis besar penilaian.
b.
Tahap
pelaksanaan di kelas
Dalam tahap
pelaksanaan di kelas yang harus dilakukan yaitu mengarahkanpeserta didik sesuai dengan garis besar dalam strategi
pembelajaran TANDUR. Adapaun urutan
dan gambarannya adalah sebagai berikut:
Tumbuhkan, pada tahap ini pendidik menumbuhan
minat peserta didik terhadap pembelajaran yang dilakukan. Melalui tahap ini pendidik
berusaha mengikutsertakan peserta didik dalam proses pembelajaran. Motivasi
yang kuat membuat peserta didik lebih tertarik untuk mengikuti seluruh rangkaian
pembelajaran. Tahap tumbuhkan bisa dilakukan dengan menggali permasalahan yang
terkait dengan materi yang akan dipelajari, dengan menampilkan contoh.
Dari tumbuhkan ini
bisa di buat tuntunan pertanyaan seperti : Hal apa yang mereka
pahami? Apa yang mereka setujui? Apa manfaatnya bagi mereka? Pada apa mereka
berkomitmen?
2.
Alami
Alami merupakan tahap saat pendidik
menghadirkan suatu pengalaman yang dapat dimengerti oleh semua peserta didik
dan memanfaatkan hasrat alami otak untuk menjelajah.Tahap
ini memberi kesempatan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan awal yang
telah dimiliki.Tahap alami bisa dilakukan dengan mengadakan pengamatan atau
praktikum.Pengalaman membuat pendidik dapat mengajar lewat pintu belakang untuk
memanfaatkan pengetahuan dan keinginan mereka.
3.
Namai
Tahap namai
merupakan tahap memberikan kata kunci, konsep, model, atau rumus atas
pengalaman yang telah diperoleh peserta didik.Dalam tahap ini, peserta didik
dengan bantuan pendidik berusaha menemukan konsep atas pengalaman yang telah
dilewati. Tahap penamaan memacu struktur kognitif peserta didik untuk
memberikan identitas, menguatkan dan mendefinisikanapa yang dialaminya.
Proses penamaan dibangun dengan pengetahuan awal dan keingintahuan peserta
didik saat itu. Tahap ini merupakan saat untuk mengajarkan konsep kepada peserta
didik. Pemberian nama setelah pengalaman akan menjadikan sesuatu lebih bermakna
dan berkesan bagi peserta didik. Untuk membantu penamaan dapat digunakan
gambar, alat bantu, kertas tulis dan poster dinding. Prinsip yang sama membuat
kita mengajarkan kembali informasi kepada peserta didik kita. Mereka mendapat
informasi, tetapi harus mendapatkan pengalaman untuk benar-benar membuat
pengetahuan tersebut berarti.
4.
Demonstrasikan
Tahap ini
menyediakan kesempatan bagi peserta didik untuk menunjukkan apa yang telah
mereka ketahui. Demonstrasi bisa dilakukan dengan penyajian di depan kelas, permainan,
menjawab pertanyaan, dan menunjukkan hasil pekerjaan. Peserta didikdiberi
kesempatan untuk membuat kaitan, berlatih, dan menunjukan apa yang mereka
ketahui. Memberi kesempatan peserta didik untuk menterjemahkan dan menerapkan
pengetahuan mereka ke dalam pembelajaran yang lain, dan ke dalam kehidupan
mereka.
5.
Ulangi
Pengulangan akan
memperkuat koneksi saraf sehingga menguatkan struktur kognitif peserta didik.
Semakin sering dilakukan pengulangan, maka pengetahuan akan semakin mendalam.
Pengulangan dapat dilakukan dengan menegaskan kembali pokok materi pelajaran, memberi kesempatan peserta didik untuk mengulangi
pelajaran dengan teman atau melalui latihan soal.
6.
Rayakan
Perayaan merupakan
wujud pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi dan perolehan ketrampilan dan
ilmu pengetahuan.Perayaan dapat dilakukan dengan memberikan pujian, tepuk
tangan, bernyanyi bersama atau yang lainnya.
0 komentar:
Post a Comment