Monday 18 June 2012

Skripsi Bahasa Indonesia Bab I SHOHIH


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang Masalah
Keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis adalah bagian penting dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan sudah dipelajari diberbagai tingkatan pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/ Madrasah Aliyah (MA) maupun di Perguruan Tinggi. Namun, hal itu tidak menjamin kemampuan peserta didik untuk bisa mengusasi meskipun hanya salah satu diantaranya pasca pembelajaran di masing-masing tingkatan. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh pendidik khususnya mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia  karena empat keterampilan ini tersusun secara klasikal dan herarkis. Jika salah satu diantaranya tidak bisa dikuasai maka yang lainnya pun akan sangat sulit untuk dikuasai. Seperti contoh, kita tidak akan bisa menulis jika kita tidak rajin membaca dan menyimak untuk menemukan inspirasi dan literatur guna  mendukung gagasan kita yang akan kita tulis, kita juga akan sulit berbicara dan bercerita jika kita tidak pernah menyimak dan membaca, akan sangat mustahil jika tidak membaca dan menyimak kita bisa menulis dan berbicara, karena sumber dan bahan yang akan kita tulis dan kita bicarakan hanya kita bisa temukan melalui kegiatan membaca dan menyimak.
Melihat komplikasi sebagaimana di atas maka dapat kita simpulkan  bahwa keterampilan tertinggi dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah berbicara dan menulis, untuk dapat berbicara dan menulis kita secara kompleks harus benar-benar menguasai dua aspek keterampilan sebelumnya. Berbicara dalam strata hirarkies keterampilan Bahasa dan Sastra Indonesia menduduki posisi ketiga yang juga menandakan bahwa berbicara merupakan momok yang paling diangggap sulit oleh setiap orang. Berbicara lebih sulit daripada menyimak dan membaca karena berbicara selain membutuhkan intelejensi yang tinggi juga kecerdasan dan kreatif memainkan kata-kata agar apa yang disajikan menjadi nilai seni sehingga tidak membosankan bagi pendengar, kemudian berbicara  juga harus menyesuaikan dengan situasi, kondisi, papan dan jangkauan dengan tidak lepas dari kaidah-kaidah dalam bahasa Indonesia yaitu baku dan tidak bakunya kata yang diucapkan berdasarkan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) agar apa yang kita sampaikan benar-benar meyakinkan bagi pendengar. 
Spekulasi pemilihan kata dalam berbicara pun juga harus benar-benar diperhatikan, berbicara sangat tergantung dengan aspek pragmatisme, estetisme  dan etisme. Ini adalah kaidah yang harus diperhatikan agar apa yang kita bicarakan memiliki nilai positif bagi pendengarnya. Nilai-nilai dan pesan yang akan kita sampaikan dalam berbicara sangatlah tidak terfokus dan memiliki arti jika kita tidak sesuai dengan tiga aspek sebagaimana tersebut.
Berbicara adalah layaknya sebuah lagu, setiap lantunan harus memiliki keindahan yang memiliki nilai dan pesan yang tersirat, pengaruh  yang akan kita sampaikan tidak akan terlihat menarik jika tidak ada unsur estetis. Apalagi jika berbicara kita itu adalah cerita pengalaman pribadi, cerpen vokal, pidato persuasi,  maupun dongeng. Dalam berbicara pragmatis, estetis dan etis sangat kental karena secara psikologis apa yang kita sampaikan dalam berbicara itu sangat berpengaruh bagi pembaca.
Namun, dalam hal ini penulis hanya memfokuskan penelitian pada berbicara untuk bercerita khususnya yang terangkum dalam Standar Kompetensi Berbicara yaitu Kompetensi Dasar Menceritakan berbagai Pengalaman Pribadi dengan Ekspresi yang Tepat dan Standar Kompetensi ini terdapat pada semester gasal kelas X.
Peneliti menitikberatkan keterampilan Menceritakan berbagai Keterampilan dengan Ekspresi yang Tepat dengan alasan bahwa bercerita termasuk materi yang sangat sulit  baik dari segi penyampaiannya maupun dari segi pembelajarannya yang rata-rata pendidik hanya mengajarkan teori. Maka peserta didik pun hanya paham pada teori dan tidak bisa untuk mempraktikannya. Terbukti bahwa tidak banyak orang yang bisa bercerita dengan ekspresi yang tepat meskipun sudah di perguruan tinggi.
Berdasarkan analisis sebagaimana di atas penulis mengadakan observasi dan wawancara dengan pendidik mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kelas X MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang bahwa berbicara masih menjadi momok bagi para peserta didik di kelas X khususnya kelas X-2, dengan segala pertimbangan waktu pelaksanaan penelitian maka peneliti berusaha menganalisis penempatan materi yang sesuai dengan pertimbangan tidak menggagu materi yang lain, peneliti menemukan materi Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat, terletak di Standar Kompetensi Berbicara dan Kompetensi Dasar Semester Gasal dan ini juga menjadi permasalahan yang menarik karena masalah yang diceritakan ini didasarkan pada kehidupan peserta didik. secara alamiah peserta didik akan menjadi objek dalam materi pembelajaran ini, dan secara tidak langsung maka pendekatan yang digunakan oleh peneliti melihat kesesuaian dengan materi adalah Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode Quantum Teaching and Learning dimana Quantum Teaching initi-intinya tertuang dalam strategi TANDUR yaitu Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Sedangkan Quantum Learning tertuang dalam AMBAK yaitu Apa Manfaatnya Bagiku?.
Dengan beranggapan bahwa kesulitan peserta didik dalam menceritakan pengalaman pribadi dengan ekspresi yang tepat adalah menumbuhkan imajinasi dan menyampaikan dengan bahasa yang menarik dan ekspresi yang tepat karena mereka menjadi bagian dalam masalah yang diceritakan sehingga peneliti berusaha menerapkan pendekatan Contekstual Teaching and Learning dengan metode Quantum Learning  yang tertuang dalam strategi TANDUR untuk berusaha meningkatkan kemampuan berbicara yang secara khusus materinya adalah Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat, dalam hal ini objek atau pelaku dalam penceritaan tersebut adalah peserta didik sendiri sehingga peserta didik semakin termotivasi untuk menyampaikan pengalaman kehidupannya menjadi sebuah cerita yang menarik dan apabila cerita tersebut disampaikan dan mendapatkan sambutan yang baik maka hal itu akan menjadi nilai tambahan dan kepuasan tersendiri bagi peserta didik.
Dalam strategi TANDUR ini peserta didik diarahkan mengembangkan potensinya secara bertahap. Secara berurutan TANDUR jika sering dilakukan akan membiasakan peserta didik untuk belajar secara bertahap sehingga peserta didik akan semakin paham dengan pembelajaran runtut dan terstruktur. 
Konsep TANDUR dikembangkan dari pengalaman pembelajaran secara langsung atau disebut dengan kontekstual yang terangkum secara terstruktur untuk benar-benar memahami materi bagian demi bagian. Strategi TANDUR akan menuntun peserta didik mulai dari pengetahuan atau pemahaman nol (Tumbuhkan), kemudian mencoba apa yang telah dipahami (Alami), kemudian mendifinisikan sendiri apa yang telah dialami sendiri dengan bahasa yang dipahami peserta didik (Namai), mengeksposkan apa yang telah ditumbuhkan, dialami dan dinamai (Demonstrasikan), mengulangi apa yang telah dipelajari untuk memastikan pemahaman (Ulangi), dan mendapatkan penghargaan dari apa yang telah dia kerjakan (Rayakan).
Strategi TANDUR ini diberikan untuk memberikan kemungkinan kepada peserta didik agar ia dapat menguasai suatu keterampilkan menceritakan pengalaman pribadi dengan ekspresi yang tepat. Dalam hal ini peserta didik akan memperoleh pengetahuan dalam situasi yang sesungguhnya dalam pembelajaran secara tahap demi tahap. Dengan begitu peserta didik akan lebih mudah dalam menangkap suatu pengetahuan dan materi yang disampaikan oleh pendidik pada pembelajaran tersebut. Peserta didik juga akan merasa lebih nyaman mengikuti pembelajaran.
Bercerita sendiri memiliki keragaman kesulitan agar apa yang diceritakan terlihat menarik bagi orang yang menyimaknya. Apalagi yang diceritakan adalah pengalaman pribadi, peserta didik dituntut bisa memperlihatkan ekspresi yang bisa mendukung ceritanya. Dengan mengamati permasalahan ini penulis pun akhirnya menggali informasi lebih dalam mengenai pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat di MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang yaitu dengan cara menganalisis ketika peserta didik sedang melaksanakan kegiatan Belajar Mengajar di kelas:
1.             Bagaimana penampilan peserta didik ketika menceritakan berbagai pengalamannya?
2.             Bagaimanakah suasana kelas ketika peserta didik menerima pembelajaran Menceritakan berbagai pengalaman dengan Ekspresi yang tepat?
3.             Bagaimanakah hasil pembelajaran Menceritakan berbagai pengalaman pribadi dengan ekspresi yang tepat apakah berdampak dengan kehidupan yang sesungguhnya ketika peserta didik berbicara di luar kelas bersama dengan teman-temannya?
Analisis di atas ternyata masih belum bisa menjawab apa yang menjadi keresahan penulis akan berhasil atau tidaknya pembelajaran Menceritakan berbagai Pengalaman Pribadi dengan Ekspresi yang Tepat, sehingga penulis menggunakan opsi yang kedua yaitu dengan cara wawan cara terhadap peserta didik maupun pendidik.
Wawancara yang dilakukanpun akhirnya sedikit memberikan gambaran tentang permasalahan yang di alami. Rata-rata peserta didik sulit untuk menumbuhkan pengalaman yang telah dialami untuk diceritakan di depan kelas. Kesulitan menumbuhkan pengalaman ini akhirnya berdampak pada ekspresi ketika peserta didik bercerita, peserta didik tidak bisa menghayati kejadian yang pernah dilakukan dengan memposisikannya sebagai subjek saat itu.
Akhirnya dengan berbagai pertimbangan penulis dengan keyakinan terfokuslah penelitian ini pada “Penerapan Strategi TANDUR untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita dengan Ekspresi yang Tepat pada Peserta Didik Kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajaran 2011/2012.”

1.2.       Identifikasi Masalah
Kesulitan yang dialami peserta didik dalam berkomunikasi khususnya dalam kegiatan menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat ini oleh peneliti akan diidentifikasi penyebabnya. Penyebab-penyebab tersebut didapatkan oleh peneliti melalui observasi awal serta wawancara dengan pihak terkait yaitu dengan peserta didik dan pendidik. Kegiatan tanya jawab ini dilakukan ketika peserta didik dan pendidik di luar jam pelajaran. Dari identifikasi terhadap permasalahan tersebut maka peneliti mengetahui penyebab-penyebab dari kesulitan peserta didik dalam berbicara pada umumnya dan kompetensi menceritakan berbagai pengalaman pribadi dengan ekspresi yang tepat pada khususnya. Penyebab-penyebab tersebut sebagai berikut.
1.        Dalam kegiatan sehari-hari mayoritas peserta didik menggunakan bahasa daerah atau bahasa pergaulan sebagai bahasa pengantarnya. Mereka juga menganggap bahwa bahasa Indonesia dianggap sebagai momok. Bila mereka berbahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari secara konsisten maka anak itu akan dianggap sombong atau bergaya kekota-kotaan. Untuk itu, mereka akan merasa enggan dan menggunakan bahasa Indonesia hanya digunakan dalam kegiatan belajar mengajar saja, itupun masih sangat kurang maksimal.
2.        Peserta didik hanya memiliki sedikit perbendaharaan kosakata bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan kurangnya peserta didik mengguanakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari terutama peserta didik yang berada di daerah atau pedesaan sehingga ketika peserta didik bercerita selalu tidak didukung kata-kata untuk menyampaikan apa yang ada di pikiran mereka.
3.        Peserta didik cenderung kesulitan merangkaikan peristiwa sehingga pengalaman yang dialami diceritakan dengan alur yang tidak runtut. Hal ini disebabkan peserta didik tidak terbiasa mengembangkan suatu peristiwa dengan peristiwa yang lain menjadi sebagai sebuah cerita .
4.        Peserta didik kurang menghayati atau mengekspresikan setiap kejadian yang dialami. Hal ini dikarenakan peserta didik tidak bisa memposisikan dirinya sebagai subyek dalam cerita yang disampaikan meskipun itu adalah pengalaman mereka sendiri.
5.        Model pembelajaran kompetensi menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat masih terlihat monoton. Posisi peserta didik  dalam pembelajaran masih sebagai centre. Walaupun sekolah sudah memutuskan untuk menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang notabenenya adalah kurikulum berbasis kompetensi, namun pada kenyataannya masih ada peserta didik yang menggunakan cara pembelajaran yang lama yaitu dengan metode ceramah. Kalaupun diberi contoh itupun pendidik hanya menunjuk beberapa peserta didik untuk memberikan contoh, tidak semua peserta didik mengalami pembelajaran menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat. Metode ini akan membuat peserta didik cepat jenuh dan merasa bosan. Dalam hal ini pendidik masih terlihat kurang kreatif dalam menggunakan metode-metode pembelajaran peserta didik yang aktif, kreatif, dan inovatif. Terkadang pendidik juga kurang menguasai isi dari kurikulum, dengan begitu pendidik akan kembali menggunakan metode ceramah untuk mengajar. Padahal metode ceramah ini cenderung akan membuat peserta didik menjadi pasif dan hanya menerima apa yang telah diberikan oleh pendidik saja tanpa berusaha untuk mendapatkan yang lebih atau, menemukan sesuatu hal yang baru.
6.        Kegiatan menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat  sudah dianggap sebagai suatu kegiatan yang sulit dan hanya bisa dilakukan dengan baik oleh orang-orang yang memiliki kemampuan yang baik dalam berbicara saja. Hal ini disebabkan karena anggapan sebagian besar  dari mereka bahwa bercerita berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat  ini dilakukan untuk berorasi, berpidato ataupun ceramah yang di dalamnya terdapat orang-orang yang terhormat atau orang-orang penting. Sehingga untuk melakukan hal tersebut dibutuhkan orang-orang yang benar-benar ahli dalam bidangnya. Untuk itu  mereka akan merasa minder sebelum mereka melakukan kegiatan menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat.
7.        Pembelajaran kompetensi menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat hanya dititikberatkan pada teori-teori tentang bercerita  atau pada aspek kognitifnya saja tidak pada praktiknya atau pada aspek psikomotornya. Pendidik dalam posisi lebih banyak berceramah, sementara peserta didik mendengarkan, mencatat, dan bertanya. Selebihnya, diberi tugas mengerjakan soal-soal yang disebut dengan PR (pekerjaan rumah). Kompetensi menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat ini juga masih dianggap sepele. Evaluasi yang dilakukanpun masih menggunakan metode tes klasikal.  Pertanyaan-pertanyaan yang disusunpun dalam bentuk tes-tes pilihan ganda dan sebagian lagi dalam bentuk isian serta esay. Dan untuk menjawab soal-soal itu, peserta didik belajar dengan jalan menghafal materi-materi pelajaran yang telah disampaikan pendidik di kelas.  Akibatnya, banyak kelulusan yang tidak memiliki kompetensi karena  dalam ia belajar ia hanya diajarkan cara untuk mengerjakan soal.
Dari penyebab-penyebab yang dikemukakan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sebab utama dari permasalahan sulitnya peserta didik  melakukan kegiatan berbicara khususya menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat adalah karena keterbiasaan peserta didik menggunakan bahasa daerah dan tidak terbiasa menggunakan bahasa Indonsesia sehingga peserta didik menjadikan bahasa Indonesia sebagai momok dalam berbicara. Peserta didik hanya memiliki sedikit perbendaharaan kosakata sehingga tidak bisa menyampaikan apa yang ada dipikiran dan keinginan mereka dengan bahasa Indonesia yang baik.  Peserta didik tidak terbiasa mengurutkan alur peristiwa sehingga menjadi sebuah cerita yang menarik untuk di dengar. Peserta didik belum bisa mengekspresikan atau menghayati setiap kejadian yang diceritkan. Hal ini disebabkan karena peserta didik belum bisa memposisikan dirinya sebagai subjek.
Namun, sangat tidak pantas jika kita hanya menyalahkan peserta didik karena dari uraian di atas masih ada masalah yang sangat penting dan sangat kompleks yaitu sistem pembelajaran yang kurang kreatif, inovatif dan cenderung monoton serta lebih mementingkan aspek kognitif dan aspek motorik dan afektif \diabaikan. Selain itu pendidik masih menggunakan metode tradisional yaitu dengan metode ceramah. Untuk itu pengalaman belajar peserta didik akan minim, padahal dalam proses pembelajaran yang paling penting adalah pengalaman peserta didik yang diperoleh dari proses belajarnya bukanlah dari hasil belajarnya. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kemampuan menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat peserta didik adalah dengan memaksimalkan pembelajaran berbicara peserta didik khususnya kemampuan menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat di sekolah. Namun hal tersebut pendidik juga tidak dapat dipersalahkan secara utuh, mungkin hal ini terjadi karena minimnya sarana dan prasarana yang ada di sekolah.
Keberhasilan pengajaran keterampilan berbicara pada khususnya dan pengajaran bahasa pada umumnya dipengaruhi berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain, faktor internal dari peserta didik itu sendiri serta dukungan dari orang tua dan lingkungan di sekitarnya. Dan yang sangat berpengaruh adalah kemampuan pendidik dalam proses belajar mengajar. Kemampuan pendidik untuk merangsang peserta didik untuk belajar adalah suatu faktor yang sangat urgen. Kegiatan pengajaran ini meliputi kegiatan perencanaan hingga kegiatan evaluasi pada peserta didik. Disamping itu sarana dan prasarana belajar pun ikut berpengaruh dalam suksesnya suatu pembelajaran, karena walaupun semua faktor itu sudah baik tetapi tidak tersedia sarana dan prasarana maka pembelajaran akan menjadi terganggu. Namun, dari seluruh faktor tersebut pendidiklah yang memegang peranan paling penting karena yang bertanggungjawab dalam proses pembelajaran adalah pendidik.
Berkaitan dengan kemampuan pendidik dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar muncul pertanyaan bagaimana cara meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik khususnya kemampuan menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat pada siswa kelas X. Perlukah pendidik menggunakan metode dan teknik-teknik tertentu dalam pembelajaran menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat tersebut? Pertanyaan-pertanyaan tersebut hendaklah dapat menjadi masukan bagi para pendidik untuk memilih atau menentukan suatu metode yang tepat untuk pembelajaran menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat. Dengan begitu tujuan dari kurikulum akan tercapai.
Pertanyaan-pertanyaan seperti yang telah dikemukakan di atas, menarik perhatian penulis untuk melakukan suatu penelitian berkaitan dengan kemampuan berbicara pada umumnya. Keterampilan berbicara ini sangatlah luas.  Karena keterbatasan waktu dan biaya serta untuk memaksimalkan penelitian maka penulis akan memfokuskan penelitian ini pada kemampuan berbicara peserta didik dalam situasi formal ataupun nonformal khususnya kemampuan menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat.

1.3.       Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, muncul banyak permasalahan yang harus diselesaikan, sehingga harus dibatasi agar suatu penelitian lebih terfokus dan mendalam kajiannya. Dalam penelitian ini hanya dibatasi pada permasalahan Penerapan Strategi TANDUR untuk Meningkatkan Kemampuan Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat pada Peserta Didik Kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajaran 2011/2012. Alasan pembatasan masalah dipilih karena terkait dengan masalah yang terdapat di lapangan bahwa masih rendahnya keterampilan berbicara khususnya menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat pada peserta didik X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang.


1.4.       Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.                  Apakah penerapan strategi TANDUR dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat pada Peserta Didik kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajaran 2011/2012?
2.                  Apakah penerapan strategi TANDUR dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat pada Peserta Didik kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajaran 2011/2012?
3.                  Bagaimanakah tanggapan dan perubahan sikap yang ditunjukkan saat mengikuti pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat dengan strategi TANDUR peserta didik kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajran 2011/2012?

1.5.       Asumsi
Setelaha  merumuskan masalah, maka langkah selanjutnya adalah menyusun asumsi yang kuat tentang kedudukan permasalahan. Setiap peneliti dapat merumuskan asumsi yang berbeda. Seorang peneliti mungkin meragukan suatu anggapan dasar yang oleh orang lain diterima sebagai kebenaran.
Asumsi atau anggapan dasar adalah segala kebenaran, teori, atau pendapat yang dijadikan  landasan dalam suatu penelitian. Adapun yang menjadi asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.                  Pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat pada Peserta Didik kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajaran 2011/2012 mengalami peningkatan kualitas proses pembelajaran dengan menerapkan strategi TANDUR dapat meningkatkan.
2.                  Strategi TANDUR dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat pada Peserta Didik kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajaran 2011/2012.
3.                  Bagaimanakah tanggapan yang ditunjukkan saat mengikuti pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat dengan strategi TANDUR peserta didik kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajran 2011/2012?

1.6.       Kerangka Berpikir dan Hipotesis Tindakan
1.                  Kerangka Berpikir
Keterampilan menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat akan mengalami peningkatan apabila pembelajaran berbicara pada umumnya dan pembelajaran menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat pada khususnya dilakukan dengan strategi TANDUR. Dalam pembelajaran menceritakan berbagai pengalaman dengan ekpresi yang tepat dengan strategi TANDUR, peserta diminta untuk dapat menggunakan kemahiran balajar seperti menjalankan temuramah dengan individu tertentu dan menyampaikan cerita berbagai pengalamannya secara sedikit demi sedikit. Dalam strategi TANDUR ini, peserta didik akan mengembangakan pengalaman yang telah dialami untuk diceritakan secara runtut dengan ekpresi yang tepat. Strategi TANDUR sesuai dengan kepanjangannya (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan) ini akan menggalakkan peserta didik untuk menumbuhkan atau menggali kembali peristiwa yang pernah terjadi, peristiwa yang ditumbuhkan adalah peristiwa yang benar-benar dialami oleh peserta didik, kemudian peserta didik menamai (memberi judul), setelah itu mendemonstrasikan dengan  ekspresi yang tepat di depan peserta didik yang lain untuk mendapatkan tanggapan dan apabila mendapatkan tanggapan yang kurang memuaskan peserta didik bisa mengulangi hingga benar-benar sempurna dan dirayakan (dipraktikkan) lagi di depan peserta didik yang lain. Strategi ini akan menjadikan peserta didik membuat keputusan dan menyelesaikan masalah berdasarkan peranan yang dipertanggungjawabkan. Strategi ini memberi peluang kepada pelajar untuk mengalami sendiri situasi dan masalah karena strategi ini merupakan sebuah permainan di dalam pembelajaran yang mengharuskan peserta didik untuk memegang peranan tertentu, seolah-olah betul-betul terlibat dalam situasi sebenarnya. Jadi pembelajaran berbicara dengan strategi TANDUR dapat meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik, karena dengan ini pembelajaran bahasa tidak membosankan bahkan menjadi sangat memyenangkan bagi peserta didik. Peserta didik akan bertindak seperti yang ia inginkan tetapi masih dalam satu konsep dan tujuan bersama. Peserta didik akan memerankan suatu konsep yang ada dalam imajinasi mereka. Dalam strategi ini lebih menekankan pada kegiatan belajar sambil bermain.  
Menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat   merupakan suatu kegiatan berbicara yang dapat dilakukan dalam situasi formal maupun situasi nonformal.  Dengan kegiatan menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat akan dapat membuat peserta didik menjadi bertekad dan berkeyakinan kuat, berusaha untuk memiliki pengetahuan yang luas, memiliki perbendaharaan kata yang memadai serta menuntut peserta didik lebih sering berlatih berbicara.                                        
2.                  Hipotesis Tindakan
Hipotesis penelitian tindakan kelas ini adalah terjadinya peningkatan keterampilan berbicara khususnya Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat Peserta Didik kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajaran 2011/2012, dan perubahan perilaku peserta didik dalam Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat dengan strategi TANDUR.

1.7.       Tujuan Penelitian
1.                  Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memperoleh data guna membuktikan ada atau tidaknya peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat dengan penerapan strategi TANDUR peserta didik kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajran 2011/2012.
2.                  Tujuan Khusus
Penelitian tindakan kelas ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1.7.2.1.     Meningkatan kemampuan Menceritakan berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat setelah mengikuti pembelajaran dengan strategi TANDUR.
1.7.2.2.     Untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat peserta didik kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajran 2011/2012.
1.7.2.3.     Mengetahui perubahan tingkah laku Peserta Didik yang ditunjukkan saat mengikuti pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat dengan strategi TANDUR.

1.8.       Manfaat Penelitian
1.                  Manfaat praktis
1.8.1.1.     Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan berbicara bagi peserta didik untuk menceritakan berbagai pengalaman hidupnya dengan ekspresi yang tepat.
1.8.1.2.     Penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk pendidik  agar kelak model pembelajaran yang digunakan menjadi lebih baik. Untuk itu, pembelajaran di kemudian hari pun akan menjadi lebih baik. Selain itu tingkat profesionalismenyapun akan menjadi semakin meningkat.
1.8.1.3.     Penelitian ini mendorong pihak sekolah untuk meningkatkan supervisi terhadap proses pembelajaran di kelas dan di luar kelas.  Selain itu, penelitian ini pun diharapkan dapat merangsang para pendidik  untuk melakukan penelitian terhadap hal yang sejenis untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah itu pada khususnya dan mutu pendidikan nasional pada umumnya.
2.                  Manfaat teoretis
Selain manfaat praktis yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini juga memiliki manfaat teoretis. Manfaat teoretis dari penelitian ini ialah memberikan landasan bagi para peneliti dalam melakukan penelitian lain yang sejenis dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik pada umumnya dan kemampuan Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat peserta didik pada khususnya. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.



1.9.       Spesifikasi Variabel
1.                  Variabel bebas
Penulis menggolongkan dalam variabel ini adalah Penerapan Startegi TANDUR.
2.                  Variabel terikat
Penulis/peneliti menggolongkan dalam variabel ini adalah kemampuan Menceritakan berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat.

1.10.   Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian dan makna terhadap beberapa istilah yang dipakai dalam penelitian ini, maka diperlukan adanya batasan-batasan istilah secara teknis.
1.    Peningkatan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.
2.    Strategi adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (J.R. David dalam sanjaya, 2008: 126).
3.    TANDUR adalah singkatan dari Tumbuhkan, Alami, Namai demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan yang merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan dalam model pembelajaran quantum  teaching and learning dalam pendekatan Contekstual Teaching and Learning yaitu strategi yang menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar lewat perpaduan unsur seni dan pencapaian yang terarah.
5.    Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung) ( KBBI, 2005). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi. (Daehler & Bukatko, 1985 dalam Syah, 1003).
6.    Ekspresi pengungkapan atau proses menyatakan (yaitu memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan)

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More