BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis adalah bagian
penting dalam pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia dan sudah dipelajari diberbagai tingkatan pendidikan,
mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah
Atas (SMA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/ Madrasah Aliyah (MA) maupun di
Perguruan Tinggi. Namun, hal itu tidak menjamin kemampuan peserta didik untuk
bisa mengusasi meskipun hanya salah satu diantaranya pasca pembelajaran di
masing-masing tingkatan. Hal ini
menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh pendidik khususnya mata pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia karena empat
keterampilan ini tersusun secara klasikal dan herarkis. Jika salah satu
diantaranya tidak bisa dikuasai maka yang lainnya pun akan sangat sulit untuk
dikuasai. Seperti contoh, kita tidak akan bisa menulis jika kita tidak rajin
membaca dan menyimak untuk menemukan inspirasi dan literatur guna mendukung gagasan kita yang akan kita tulis,
kita juga akan sulit berbicara dan bercerita jika kita tidak pernah menyimak
dan membaca, akan sangat mustahil jika tidak membaca dan menyimak kita bisa
menulis dan berbicara, karena sumber dan bahan yang akan kita tulis dan kita
bicarakan hanya kita bisa temukan melalui kegiatan membaca dan menyimak.
Melihat komplikasi sebagaimana di atas maka dapat kita simpulkan bahwa keterampilan tertinggi dalam
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah berbicara dan menulis, untuk dapat berbicara dan menulis kita secara
kompleks harus benar-benar menguasai dua aspek keterampilan sebelumnya. Berbicara
dalam strata hirarkies keterampilan Bahasa dan Sastra Indonesia menduduki
posisi ketiga yang juga menandakan bahwa berbicara merupakan momok yang paling
diangggap sulit oleh setiap orang. Berbicara lebih sulit daripada menyimak dan membaca karena berbicara
selain membutuhkan intelejensi yang tinggi juga kecerdasan dan kreatif
memainkan kata-kata agar apa yang disajikan menjadi nilai seni sehingga tidak
membosankan bagi pendengar, kemudian berbicara juga harus menyesuaikan dengan situasi,
kondisi, papan dan jangkauan dengan tidak lepas dari kaidah-kaidah dalam bahasa
Indonesia yaitu baku dan tidak bakunya kata yang diucapkan berdasarkan Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD) agar apa yang kita sampaikan benar-benar meyakinkan
bagi pendengar.
Spekulasi pemilihan kata dalam
berbicara pun juga harus benar-benar diperhatikan, berbicara sangat tergantung dengan aspek
pragmatisme, estetisme dan etisme. Ini
adalah kaidah yang harus diperhatikan agar apa yang kita bicarakan memiliki nilai positif bagi pendengarnya. Nilai-nilai dan pesan yang akan kita sampaikan
dalam berbicara sangatlah tidak terfokus dan memiliki arti jika kita tidak
sesuai dengan tiga aspek sebagaimana tersebut.
Berbicara adalah layaknya
sebuah lagu, setiap lantunan harus memiliki keindahan yang memiliki nilai dan
pesan yang tersirat, pengaruh yang akan
kita sampaikan tidak akan
terlihat menarik jika tidak ada unsur estetis. Apalagi jika berbicara kita itu
adalah cerita pengalaman pribadi, cerpen vokal, pidato persuasi, maupun dongeng. Dalam berbicara pragmatis, estetis
dan etis sangat kental karena secara psikologis apa yang kita sampaikan dalam
berbicara itu sangat berpengaruh bagi pembaca.
Namun, dalam hal ini penulis
hanya memfokuskan penelitian pada berbicara untuk bercerita khususnya yang
terangkum dalam Standar Kompetensi Berbicara yaitu Kompetensi Dasar Menceritakan berbagai Pengalaman Pribadi dengan
Ekspresi yang Tepat dan Standar Kompetensi ini terdapat pada semester gasal
kelas X.
Peneliti menitikberatkan
keterampilan Menceritakan berbagai Keterampilan dengan Ekspresi yang Tepat dengan alasan bahwa bercerita
termasuk materi yang sangat sulit baik
dari segi penyampaiannya maupun dari segi pembelajarannya yang rata-rata pendidik hanya mengajarkan
teori. Maka peserta didik pun hanya paham pada teori dan tidak bisa untuk
mempraktikannya. Terbukti bahwa tidak banyak orang yang bisa bercerita dengan
ekspresi yang tepat meskipun sudah di perguruan tinggi.
Berdasarkan analisis sebagaimana
di atas penulis mengadakan observasi dan wawancara dengan pendidik mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia kelas X MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang bahwa berbicara masih
menjadi momok bagi para peserta didik di kelas X khususnya kelas X-2, dengan segala pertimbangan waktu
pelaksanaan penelitian maka peneliti berusaha menganalisis penempatan materi
yang sesuai dengan pertimbangan tidak menggagu materi yang lain, peneliti
menemukan materi Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat, terletak di Standar Kompetensi Berbicara dan Kompetensi Dasar
Semester Gasal dan ini juga menjadi permasalahan yang menarik karena masalah yang diceritakan ini
didasarkan pada kehidupan peserta didik. secara alamiah peserta didik akan menjadi objek dalam materi pembelajaran
ini, dan secara tidak
langsung maka pendekatan yang digunakan oleh peneliti melihat kesesuaian dengan
materi adalah Contextual Teaching and
Learning (CTL) dengan metode Quantum
Teaching and Learning dimana Quantum
Teaching initi-intinya tertuang dalam strategi TANDUR yaitu Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan,
Ulangi dan Rayakan. Sedangkan Quantum
Learning tertuang dalam AMBAK yaitu Apa
Manfaatnya Bagiku?.
Dengan beranggapan bahwa
kesulitan peserta didik dalam menceritakan pengalaman pribadi dengan ekspresi
yang tepat adalah menumbuhkan imajinasi dan menyampaikan dengan bahasa yang
menarik dan ekspresi yang tepat karena mereka menjadi bagian dalam masalah yang diceritakan sehingga peneliti
berusaha menerapkan pendekatan Contekstual
Teaching and Learning dengan metode Quantum
Learning yang tertuang dalam
strategi TANDUR untuk berusaha
meningkatkan kemampuan berbicara yang secara khusus materinya adalah Menceritakan
Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat, dalam hal ini objek atau pelaku
dalam penceritaan tersebut adalah peserta didik sendiri sehingga peserta didik
semakin termotivasi untuk menyampaikan pengalaman kehidupannya menjadi sebuah
cerita yang menarik dan apabila cerita tersebut disampaikan dan mendapatkan
sambutan yang baik maka hal itu akan menjadi nilai tambahan dan kepuasan
tersendiri bagi peserta didik.
Dalam strategi TANDUR ini peserta didik diarahkan
mengembangkan potensinya secara bertahap. Secara berurutan TANDUR jika sering dilakukan akan membiasakan peserta didik untuk
belajar secara bertahap sehingga peserta didik akan semakin paham dengan
pembelajaran runtut dan terstruktur.
Konsep TANDUR dikembangkan dari pengalaman pembelajaran secara langsung
atau disebut dengan kontekstual yang terangkum secara terstruktur untuk
benar-benar memahami materi bagian demi bagian. Strategi TANDUR akan menuntun peserta didik mulai dari pengetahuan atau
pemahaman nol (Tumbuhkan), kemudian
mencoba apa yang telah dipahami (Alami),
kemudian mendifinisikan sendiri apa yang telah dialami sendiri dengan bahasa
yang dipahami peserta didik (Namai), mengeksposkan
apa yang telah ditumbuhkan, dialami dan dinamai (Demonstrasikan), mengulangi apa yang telah dipelajari untuk
memastikan pemahaman (Ulangi), dan
mendapatkan penghargaan dari apa yang telah dia kerjakan (Rayakan).
Strategi TANDUR ini diberikan untuk memberikan kemungkinan kepada peserta
didik agar ia dapat menguasai suatu keterampilkan menceritakan pengalaman
pribadi dengan ekspresi yang tepat. Dalam hal ini peserta didik akan memperoleh
pengetahuan dalam situasi yang sesungguhnya dalam pembelajaran secara tahap
demi tahap. Dengan begitu peserta didik akan lebih mudah dalam menangkap suatu
pengetahuan dan materi yang disampaikan oleh pendidik pada pembelajaran
tersebut. Peserta didik juga akan merasa lebih nyaman mengikuti pembelajaran.
Bercerita sendiri memiliki
keragaman kesulitan agar apa yang diceritakan terlihat menarik bagi orang yang
menyimaknya. Apalagi yang diceritakan adalah pengalaman pribadi, peserta didik
dituntut bisa memperlihatkan ekspresi yang bisa mendukung ceritanya. Dengan
mengamati permasalahan ini penulis pun akhirnya menggali informasi lebih dalam
mengenai pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang
Tepat di MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang yaitu dengan cara menganalisis
ketika peserta didik sedang melaksanakan kegiatan Belajar Mengajar di kelas:
1.
Bagaimana
penampilan peserta didik ketika menceritakan berbagai pengalamannya?
2.
Bagaimanakah
suasana kelas ketika peserta didik menerima pembelajaran Menceritakan berbagai
pengalaman dengan Ekspresi yang tepat?
3.
Bagaimanakah
hasil pembelajaran Menceritakan berbagai pengalaman pribadi dengan ekspresi
yang tepat apakah berdampak dengan kehidupan yang sesungguhnya ketika peserta
didik berbicara di luar kelas bersama dengan teman-temannya?
Analisis di atas ternyata
masih belum bisa menjawab apa yang menjadi keresahan penulis akan berhasil atau
tidaknya pembelajaran Menceritakan berbagai Pengalaman Pribadi dengan Ekspresi yang
Tepat, sehingga penulis menggunakan opsi yang kedua yaitu dengan cara wawan
cara terhadap peserta didik maupun pendidik.
Wawancara yang dilakukanpun
akhirnya sedikit memberikan gambaran tentang permasalahan yang di alami.
Rata-rata peserta didik sulit untuk menumbuhkan pengalaman yang telah dialami
untuk diceritakan di depan kelas. Kesulitan menumbuhkan pengalaman ini akhirnya
berdampak pada ekspresi ketika peserta didik bercerita, peserta didik tidak
bisa menghayati kejadian yang pernah dilakukan dengan memposisikannya sebagai
subjek saat itu.
Akhirnya dengan berbagai
pertimbangan penulis dengan keyakinan terfokuslah penelitian ini pada “Penerapan Strategi TANDUR untuk Meningkatkan
Kemampuan Bercerita dengan Ekspresi yang Tepat pada Peserta Didik Kelas X-4 MA
YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajaran 2011/2012.”
1.2. Identifikasi Masalah
Kesulitan yang dialami peserta
didik dalam berkomunikasi khususnya dalam kegiatan menceritakan berbagai
pengalaman dengan ekspresi yang tepat ini oleh peneliti akan diidentifikasi
penyebabnya. Penyebab-penyebab tersebut didapatkan oleh peneliti melalui
observasi awal serta wawancara dengan pihak terkait yaitu dengan peserta didik dan pendidik. Kegiatan tanya jawab ini
dilakukan ketika peserta didik dan pendidik di luar jam pelajaran. Dari identifikasi
terhadap permasalahan tersebut maka peneliti mengetahui penyebab-penyebab dari
kesulitan peserta didik dalam berbicara pada umumnya dan kompetensi
menceritakan berbagai pengalaman pribadi dengan ekspresi yang tepat pada
khususnya. Penyebab-penyebab tersebut sebagai berikut.
1.
Dalam
kegiatan sehari-hari mayoritas peserta didik menggunakan bahasa daerah atau
bahasa pergaulan sebagai bahasa pengantarnya. Mereka juga menganggap bahwa
bahasa Indonesia dianggap sebagai momok. Bila mereka berbahasa Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari secara konsisten maka anak itu akan dianggap sombong atau
bergaya kekota-kotaan. Untuk itu, mereka akan merasa enggan dan menggunakan
bahasa Indonesia hanya digunakan dalam kegiatan belajar mengajar saja, itupun
masih sangat kurang maksimal.
2.
Peserta
didik hanya memiliki sedikit perbendaharaan kosakata bahasa Indonesia. Hal ini
disebabkan kurangnya peserta didik mengguanakan bahasa Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari terutama peserta didik yang berada di daerah atau
pedesaan sehingga ketika peserta didik bercerita selalu tidak didukung
kata-kata untuk menyampaikan apa yang ada di pikiran mereka.
3.
Peserta
didik cenderung kesulitan merangkaikan peristiwa sehingga pengalaman yang
dialami diceritakan dengan alur yang tidak runtut. Hal ini disebabkan peserta
didik tidak terbiasa mengembangkan suatu peristiwa dengan peristiwa yang lain
menjadi sebagai sebuah cerita .
4.
Peserta
didik kurang menghayati atau mengekspresikan setiap kejadian yang dialami. Hal
ini dikarenakan peserta didik tidak bisa memposisikan dirinya sebagai subyek
dalam cerita yang disampaikan meskipun itu adalah pengalaman mereka sendiri.
5.
Model
pembelajaran kompetensi menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang
tepat masih terlihat monoton. Posisi peserta didik dalam pembelajaran masih sebagai centre.
Walaupun sekolah sudah memutuskan untuk menggunakan kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang notabenenya adalah kurikulum berbasis kompetensi, namun pada
kenyataannya masih ada peserta didik yang menggunakan cara pembelajaran yang
lama yaitu dengan metode ceramah. Kalaupun diberi contoh itupun pendidik hanya
menunjuk beberapa peserta didik untuk memberikan contoh, tidak semua peserta
didik mengalami pembelajaran menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi
yang tepat. Metode ini akan membuat peserta didik cepat jenuh dan merasa bosan.
Dalam hal ini pendidik masih terlihat kurang kreatif dalam menggunakan
metode-metode pembelajaran peserta didik yang aktif, kreatif, dan inovatif.
Terkadang pendidik juga kurang menguasai isi dari kurikulum, dengan begitu pendidik
akan kembali menggunakan metode ceramah untuk mengajar. Padahal metode ceramah
ini cenderung akan membuat peserta didik menjadi pasif dan hanya menerima apa
yang telah diberikan oleh pendidik saja tanpa berusaha untuk mendapatkan yang
lebih atau, menemukan sesuatu hal yang baru.
6.
Kegiatan
menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat sudah dianggap sebagai suatu kegiatan yang
sulit dan hanya bisa dilakukan dengan baik oleh orang-orang yang memiliki
kemampuan yang baik dalam berbicara saja. Hal ini disebabkan karena anggapan
sebagian besar dari mereka bahwa bercerita
berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat ini dilakukan untuk berorasi, berpidato
ataupun ceramah yang di dalamnya terdapat orang-orang yang terhormat atau
orang-orang penting. Sehingga untuk melakukan hal tersebut dibutuhkan
orang-orang yang benar-benar ahli dalam bidangnya. Untuk itu mereka akan merasa minder sebelum mereka
melakukan kegiatan menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat.
7.
Pembelajaran
kompetensi menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat hanya
dititikberatkan pada teori-teori tentang bercerita atau pada aspek kognitifnya saja tidak pada
praktiknya atau pada aspek psikomotornya. Pendidik dalam posisi lebih banyak
berceramah, sementara peserta didik mendengarkan, mencatat, dan bertanya.
Selebihnya, diberi tugas mengerjakan soal-soal yang disebut dengan PR
(pekerjaan rumah). Kompetensi menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi
yang tepat ini juga masih dianggap sepele. Evaluasi yang dilakukanpun masih
menggunakan metode tes klasikal.
Pertanyaan-pertanyaan yang disusunpun dalam bentuk tes-tes pilihan ganda
dan sebagian lagi dalam bentuk isian serta esay. Dan untuk menjawab soal-soal
itu, peserta didik belajar dengan jalan menghafal materi-materi
pelajaran yang telah disampaikan pendidik
di kelas. Akibatnya, banyak kelulusan
yang tidak memiliki kompetensi karena
dalam ia belajar ia hanya diajarkan cara untuk mengerjakan soal.
Dari penyebab-penyebab yang dikemukakan tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa sebab utama dari permasalahan sulitnya peserta didik melakukan kegiatan berbicara khususya menceritakan berbagai pengalaman dengan
ekspresi yang tepat adalah karena keterbiasaan peserta didik menggunakan bahasa daerah dan tidak terbiasa
menggunakan bahasa Indonsesia sehingga peserta didik menjadikan bahasa Indonesia
sebagai momok dalam berbicara. Peserta didik hanya memiliki sedikit
perbendaharaan kosakata sehingga tidak bisa menyampaikan apa yang ada dipikiran
dan keinginan mereka dengan bahasa Indonesia yang baik. Peserta didik tidak terbiasa mengurutkan alur
peristiwa sehingga menjadi sebuah cerita yang menarik untuk di dengar. Peserta
didik belum bisa mengekspresikan atau menghayati setiap kejadian yang
diceritkan. Hal ini disebabkan karena peserta didik belum bisa memposisikan
dirinya sebagai subjek.
Namun, sangat tidak pantas
jika kita hanya menyalahkan peserta didik karena dari uraian di atas masih ada
masalah yang sangat penting dan sangat kompleks yaitu sistem pembelajaran
yang kurang kreatif, inovatif dan cenderung monoton serta lebih mementingkan
aspek kognitif dan aspek
motorik dan afektif \diabaikan.
Selain itu pendidik masih
menggunakan metode tradisional yaitu dengan metode ceramah. Untuk itu
pengalaman belajar peserta didik akan
minim, padahal dalam proses pembelajaran yang paling penting adalah pengalaman peserta didik yang diperoleh dari
proses belajarnya bukanlah dari hasil belajarnya. Untuk mengatasi hal tersebut,
salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kemampuan menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi
yang tepat peserta didik adalah dengan memaksimalkan pembelajaran berbicara peserta didik khususnya kemampuan menceritakan berbagai pengalaman dengan
ekspresi yang tepat di sekolah. Namun hal tersebut pendidik juga tidak dapat dipersalahkan
secara utuh, mungkin hal ini terjadi karena minimnya sarana dan prasarana yang
ada di sekolah.
Keberhasilan pengajaran keterampilan berbicara pada khususnya dan
pengajaran bahasa pada umumnya dipengaruhi berbagai faktor. Faktor-faktor
tersebut antara lain, faktor internal dari peserta didik itu sendiri serta dukungan
dari orang tua dan lingkungan di sekitarnya. Dan yang sangat berpengaruh adalah
kemampuan pendidik dalam
proses belajar mengajar. Kemampuan pendidik
untuk merangsang peserta didik
untuk belajar adalah suatu faktor yang sangat urgen. Kegiatan pengajaran ini meliputi kegiatan perencanaan hingga
kegiatan evaluasi pada peserta didik.
Disamping itu sarana dan prasarana belajar pun ikut berpengaruh dalam suksesnya
suatu pembelajaran, karena walaupun semua faktor itu sudah baik tetapi tidak
tersedia sarana dan prasarana maka pembelajaran akan menjadi terganggu. Namun,
dari seluruh faktor tersebut pendidiklah
yang memegang peranan paling penting karena yang bertanggungjawab dalam proses
pembelajaran adalah pendidik.
Berkaitan dengan kemampuan pendidik
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar muncul pertanyaan bagaimana cara
meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik khususnya kemampuan menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat pada siswa kelas X. Perlukah pendidik menggunakan metode dan
teknik-teknik tertentu dalam pembelajaran menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat
tersebut? Pertanyaan-pertanyaan tersebut hendaklah dapat menjadi masukan bagi
para pendidik untuk memilih
atau menentukan suatu metode yang tepat untuk pembelajaran menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi
yang tepat. Dengan begitu tujuan dari kurikulum akan tercapai.
Pertanyaan-pertanyaan
seperti yang telah dikemukakan di atas, menarik perhatian penulis untuk
melakukan suatu penelitian berkaitan dengan kemampuan berbicara pada umumnya. Keterampilan berbicara ini
sangatlah luas. Karena keterbatasan
waktu dan biaya serta untuk memaksimalkan penelitian maka penulis akan
memfokuskan penelitian ini pada kemampuan berbicara peserta didik dalam situasi formal ataupun
nonformal khususnya kemampuan menceritakan
berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, muncul banyak permasalahan yang harus diselesaikan,
sehingga harus dibatasi agar suatu penelitian lebih terfokus dan mendalam kajiannya. Dalam penelitian ini
hanya dibatasi pada permasalahan Penerapan Strategi TANDUR untuk
Meningkatkan Kemampuan Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang
Tepat pada Peserta Didik Kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun
Pelajaran 2011/2012. Alasan pembatasan masalah dipilih karena terkait dengan masalah yang
terdapat di lapangan bahwa masih rendahnya
keterampilan berbicara khususnya
menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat pada peserta didik X-4 MA YSPIS
Gandrirojo Sedan Rembang.
1.4. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah penerapan strategi TANDUR dapat
meningkatkan kualitas proses pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat pada Peserta Didik kelas
X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajaran
2011/2012?
2.
Apakah penerapan strategi TANDUR dapat meningkatkan
kualitas hasil pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi
yang Tepat pada Peserta Didik kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun
Pelajaran 2011/2012?
3.
Bagaimanakah tanggapan dan perubahan sikap yang
ditunjukkan saat mengikuti pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan
Ekspresi yang Tepat dengan strategi TANDUR peserta didik kelas X-4 MA YSPIS
Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajran 2011/2012?
1.5. Asumsi
Setelaha merumuskan masalah, maka langkah selanjutnya
adalah menyusun asumsi yang kuat
tentang kedudukan permasalahan. Setiap peneliti dapat merumuskan asumsi yang
berbeda. Seorang peneliti mungkin meragukan suatu anggapan dasar yang oleh
orang lain diterima sebagai kebenaran.
Asumsi atau anggapan dasar adalah segala kebenaran, teori, atau pendapat
yang dijadikan landasan dalam suatu penelitian. Adapun
yang menjadi asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Pembelajaran
Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat pada Peserta Didik kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun
Pelajaran 2011/2012 mengalami peningkatan kualitas proses pembelajaran dengan menerapkan strategi TANDUR dapat meningkatkan.
2.
Strategi TANDUR dapat meningkatkan kualitas hasil
pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat pada
Peserta Didik kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajaran
2011/2012.
3.
Bagaimanakah tanggapan yang ditunjukkan saat mengikuti pembelajaran Menceritakan
Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat dengan strategi TANDUR peserta
didik kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajran 2011/2012?
1.6. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Tindakan
1.
Kerangka Berpikir
Keterampilan menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat akan
mengalami peningkatan apabila pembelajaran berbicara pada umumnya dan
pembelajaran menceritakan berbagai
pengalaman dengan ekspresi yang tepat pada khususnya dilakukan dengan strategi TANDUR. Dalam pembelajaran menceritakan berbagai pengalaman dengan ekpresi yang tepat dengan strategi TANDUR, peserta diminta untuk dapat menggunakan kemahiran balajar seperti
menjalankan temuramah dengan individu tertentu dan menyampaikan cerita berbagai pengalamannya secara
sedikit demi sedikit. Dalam strategi
TANDUR ini, peserta didik akan mengembangakan pengalaman yang telah dialami untuk
diceritakan secara runtut dengan ekpresi yang tepat. Strategi TANDUR
sesuai dengan kepanjangannya (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan,
Ulangi, dan Rayakan) ini akan menggalakkan peserta didik untuk menumbuhkan atau menggali kembali peristiwa yang
pernah terjadi, peristiwa yang ditumbuhkan adalah peristiwa yang benar-benar
dialami oleh peserta didik, kemudian
peserta didik menamai (memberi judul), setelah itu mendemonstrasikan
dengan ekspresi yang tepat di depan
peserta didik yang lain untuk mendapatkan tanggapan dan apabila mendapatkan
tanggapan yang kurang memuaskan peserta didik bisa mengulangi hingga
benar-benar sempurna dan dirayakan (dipraktikkan) lagi di depan peserta didik
yang lain. Strategi ini akan menjadikan peserta didik membuat keputusan
dan menyelesaikan masalah berdasarkan peranan yang dipertanggungjawabkan. Strategi ini memberi peluang kepada
pelajar untuk mengalami sendiri situasi dan masalah karena strategi ini merupakan
sebuah permainan di dalam pembelajaran yang mengharuskan peserta didik untuk memegang peranan
tertentu, seolah-olah betul-betul terlibat dalam situasi sebenarnya. Jadi
pembelajaran berbicara dengan strategi
TANDUR dapat meningkatkan
keterampilan berbicara peserta didik,
karena dengan ini pembelajaran bahasa tidak membosankan bahkan menjadi sangat
memyenangkan bagi peserta didik.
Peserta didik akan bertindak
seperti yang ia inginkan tetapi masih dalam satu konsep dan tujuan bersama. Peserta didik akan memerankan suatu
konsep yang ada dalam imajinasi mereka. Dalam strategi ini lebih menekankan pada kegiatan belajar sambil
bermain.
Menceritakan
berbagai pengalaman dengan ekspresi yang tepat merupakan suatu kegiatan berbicara yang dapat
dilakukan dalam situasi formal maupun situasi nonformal. Dengan kegiatan menceritakan berbagai pengalaman dengan ekspresi
yang tepat akan dapat membuat peserta didik menjadi bertekad dan berkeyakinan kuat, berusaha untuk
memiliki pengetahuan yang luas, memiliki perbendaharaan kata yang memadai serta
menuntut peserta didik lebih
sering berlatih berbicara.
2.
Hipotesis Tindakan
Hipotesis penelitian tindakan kelas ini adalah
terjadinya peningkatan keterampilan berbicara khususnya Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan
Ekspresi yang Tepat Peserta Didik
kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajaran 2011/2012,
dan perubahan perilaku peserta didik dalam Menceritakan
Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat dengan strategi TANDUR.
1.7. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memperoleh
data guna membuktikan ada atau tidaknya peningkatan kualitas proses dan hasil
pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat dengan penerapan strategi TANDUR peserta didik kelas X-4 MA YSPIS
Gandrirojo Sedan Rembang Tahun Pelajran 2011/2012.
2.
Tujuan Khusus
Penelitian tindakan kelas ini memiliki tujuan sebagai
berikut:
1.7.2.1. Meningkatan
kemampuan Menceritakan berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat setelah
mengikuti pembelajaran dengan strategi TANDUR.
1.7.2.2. Untuk
meningkatkan kualitas hasil pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman
dengan Ekspresi yang Tepat peserta didik kelas X-4 MA YSPIS Gandrirojo Sedan
Rembang Tahun Pelajran 2011/2012.
1.7.2.3. Mengetahui
perubahan tingkah laku Peserta Didik yang ditunjukkan saat mengikuti
pembelajaran Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat dengan
strategi TANDUR.
1.8. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat praktis
1.8.1.1.
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan berbicara bagi
peserta didik untuk menceritakan berbagai pengalaman hidupnya dengan ekspresi
yang tepat.
1.8.1.2.
Penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk pendidik agar kelak model pembelajaran yang digunakan
menjadi lebih baik. Untuk itu, pembelajaran di kemudian hari pun akan menjadi
lebih baik. Selain itu tingkat profesionalismenyapun akan menjadi semakin
meningkat.
1.8.1.3.
Penelitian ini mendorong pihak sekolah untuk
meningkatkan supervisi terhadap proses pembelajaran di kelas dan di luar
kelas. Selain itu, penelitian ini pun
diharapkan dapat merangsang para pendidik
untuk melakukan penelitian
terhadap hal yang sejenis untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah itu
pada khususnya dan mutu pendidikan nasional pada umumnya.
2.
Manfaat teoretis
Selain manfaat praktis yang telah
dikemukakan di atas, penelitian ini juga memiliki manfaat teoretis. Manfaat
teoretis dari penelitian ini ialah memberikan landasan bagi para peneliti dalam
melakukan penelitian lain yang sejenis dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik pada umumnya dan
kemampuan Menceritakan Berbagai Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat peserta didik pada khususnya.
Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti
selanjutnya.
1.9. Spesifikasi Variabel
1.
Variabel bebas
Penulis
menggolongkan dalam variabel ini adalah Penerapan Startegi TANDUR.
2.
Variabel terikat
Penulis/peneliti
menggolongkan dalam variabel ini adalah kemampuan Menceritakan berbagai
Pengalaman dengan Ekspresi yang Tepat.
1.10. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian
dan makna terhadap beberapa istilah yang dipakai dalam penelitian ini, maka
diperlukan adanya batasan-batasan istilah secara teknis.
1.
Peningkatan adalah
suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai
tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok
atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.
2.
Strategi adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (J.R. David dalam sanjaya, 2008: 126).
3.
TANDUR adalah singkatan dari Tumbuhkan, Alami, Namai
demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan yang merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan dalam model pembelajaran quantum teaching and learning dalam pendekatan
Contekstual Teaching and Learning yaitu strategi yang menguraikan cara-cara
baru yang memudahkan proses belajar lewat perpaduan unsur seni dan pencapaian
yang terarah.
4.
Bercerita menuturkan
perbuatan,
pengalaman,
atau
penderitaan
orang;
kejadian
dsb (baik
yg sungguh-sungguh
terjadi
maupun
yg hanya
rekaan
belaka)
5.
Pengalaman diartikan
sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung) ( KBBI,
2005). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu memori
yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada
waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi.
(Daehler & Bukatko, 1985 dalam Syah, 1003).
6.
Ekspresi pengungkapan
atau proses menyatakan (yaitu memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan,
perasaan)
0 komentar:
Post a Comment