Monday 18 June 2012

Panduan Lesson Study Bab I

1
Bab 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan mutu
pendidikan di Indonesia dan usaha-usaha yang dilakukan pemerintah
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan akan dibahas dalam bab
ini. Bab ini juga akan membahas sebagian isi undang-undang guru dan
dosen serta peraturan pemerintah tentang standar nasional pendidikan
yang merupakan isu penting yang sedang berkembang dimasyarakat.
Mutu SDM
Krisis moneter berkepanjangan sejak tahun 1997 masih
dirasakan dampaknya oleh bangsa ini terutama oleh masyarakat
menengah ke bawah. Angka pengangguran terus bertambah dari tahun
ke tahun. Pada tahun 1997 angka pengangguran mencapai 4,18 juta
kemudian bertambah menjadi 38 juta pada tahun 2004 yang didominasi
oleh usia muda (www.tempointeraktif.com). Banyaknya pengangguran
mendorong maraknya unjuk rasa di negeri ini dan masyarakat menjadi
mudah marah karena hal sepele saja. Pertumbuhan angkatan kerja
mencapai 2,4% pada periode 2000-2005 sementara pertumbuhan
ekonomi hanya mencapai 4,1% akibat banyak industri yang bangkrut
atau direlokasi ke luar negeri. Tiga sektor berkontribusi terhadap
peningkatan pengangguran, yaitu sektor kependudukan, ekonomi, dan
pendidikan. Tabel 1 memperlihatkan indek pembangunan manusia.
Berdasarkan tabel 1, mutu SDM Indonesia menempati peringkat 110 di
dunia dan di Asean pun Indonesia ketinggalan dari negara-negara
tetangga kita, Singapore, Brunei, Malaysia, Thailand, Phillippine, dan
2
Vietnam. Pada kenyataannya kita memiliki sedikit tenaga kerja
professional yang dapat bersaing pada pasar kerja global dan kita hanya
mampu memenuhi pasar kerja kelas pembantu rumah tangga pada
pasar global. Akibat rendahnya mutu SDM kita, tidak sedikit tenaga ahli
dari manca negara seperti Amerika, Australia, Jepang bekerja di
Indonesia. Indonesia kaya akan sumber daya alam, seperti minyak dan
emas, sayangnya kita sangat bergantung pada pihak asing untuk
mengelola sumber daya alam kita sendiri, karena kita tidak memiliki
tenaga ahli yang mampu mengelolanya. Sebaliknya, Jepang menjadi
Negara maju di dunia, karena Jepang memiliki SDM yang bermutu
walaupun Jepang tidak memiliki sumber daya alam. Dengan demikian
betapa pentingnya peran SDM dalam pembangunan sebuah negara.
Mutu SDM erat kaitannya dengan mutu pendidikan. Mutu SDM Idonesia
yang rendah menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih
rendah.
Tabel 1.1 Indek Pembangunan Manusia
(Sumber: UNDP - Human Development Report 2005)
Country Life expectancy
(years)
Adult
literacy
rate (%)
Gross
enrolment
ratio (%)
GDP Per capita
(PPP US$)
HDI Rank
SINGAPORE 78.7 92.5 87 24,481 25
BRUNEI
DARUSSALAM 76.4 92.7 74 19,210 33
MALAYSIA 73.2 88.7 71 9,512 61
THAILAND 70.0 92.6 73 7,595 73
PHILIPPINES 70.4 92.6 82 4,321 84
VIETNAM 70.5 90.3 64 2,490 108
INDONESIA 66.8 87.9 66 3,361 110
3
Country Life expectancy
(years)
Adult
literacy
rate (%)
Gross
enrolment
ratio (%)
GDP Per capita
(PPP US$)
HDI Rank
MYANMAR 60.2 89.7 48 1,027 129
CAMBODIA 56.2 73.6 59 2,078 130
LAO PDR 54.7 68.7 61 1,759 133
JAPAN 82.0 - 84 27,967 11
KOREA, REP. OF 77.0 97.9 93 17,971 28
CHINA 71.6 90.9 69 5,003 85
Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan tercermin dari mutu SDM. SDM kita masih
rendah berarti mutu pendidikan pun masih rendah. Mengapa demikian?
Masyarakat beranganggapan bahwa keberhasilan pendidikan hanya
diukur oleh hasil tes. Apabila hasil nilai ujian nasional (UN) baik maka
dianggap sudah berhasil mendidik anak-anaknya. Atau kalau suatu
sekolah banyak meluluskan siswa ke perguruan tinggi melalui SPMB
maka dianggap sekolah itu pavorit dan banyak diserbu orang tua untuk
menyekolahkan anaknya. Rangking sekolah diurut berdasarkan nilai UN.
Akibatnya orang tua harus mengeluarkan uang ekstra untuk menitipkan
anaknya pada bimbingan belajar yang melakukan latihan menjawab
soal-soal UN atau SPMB, karena orang tua menginginkan anaknya
diterima di sekolah paforit atau perguruan tinggi top.
Proses pembelajaran di dalam kelas kurang mendapat perhatian
dari orang tua dan dari pemerintah, yang penting hasil UN (Ujian
Nasional). Umumnya pembelajaran dilakukan dalam bentuk satu arah,
guru lebih banyak ceramah dihadapan siswa sementara siswa
4
mendengarkan. Guru beranggapan tugasnya hanya mentransfer
pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa dengan target
tersampaikannya topik-topik yang tertulis dalam dokumen kurikulum
kepada siswa. Pada umumnya guru tidak memberi inspirasi kepada
siswa untuk berkreasi dan tidak melatih siswa untuk hidup mandiri.
Pelajaran yang disajikan guru kurang menantang siswa untuk berpikir.
Akibatnya siswa tidak menyenangi pelajaran.
Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas tidak ada yang
tahu kecuali guru itu sendiri. Kebanyakan pengawas dari dinas
pendidikan belum berfungsi sebagai supervisor pembelajaran di kelas.
Ketika datang di sekolah, pengawas memeriksa kelengkapan
administrasi guru berupa dokumen renpel (rencana pelajaran).
Pengawas sangat jarang masuk kelas melakukan observasi terhadap
pembelajaran dan menjadi nara sumber pembelajaran bagi guru di
sekolah. Begitu juga kepala sekolah. Kepala sekolah umumnya lebih
mementingkan dokumen administrasi guru, seperti renpel dari pada
masuk kelas melakukan observasi dan supervisi terhadap pembelajaran
oleh seorang guru. Akibatnya guru tidak tertantang melakukan
persiapan mengajar dengan baik, memikirkan metoda mengajar yang
bervariasi, mempersiapkan bahan untuk percobaan IPA di laboratorium.
Ini berarti bahwa selama ini kita kurang memperhatikan
pentingnya proses pembelajaran di dalam ruang kelas. Semestinya, kita
lebih memperhatikan proses pembelajaran dan hasil tes merupakan
dampak dari proses pembelajaran. Secara internasional, mutu
pendidikan di Indonesia masih rendah, sebagai contoh dalam bidang
MIPA, the Trends in International Mathematics and Science Study
(TIMSS, 2003) melaporkan bahwa di antara 45 negara peserta TIMSS,
peserta didik SMP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-36 untuk
IPA dan ke-34 untuk Matematika. Siswa-siswa Indonesia hanya dapat
5
menjawab soal-soal hafalan tetapi tidak dapat menjawab soal-soal yang
memerlukan nalar atau keterampilan proses. Proses pembelajaran yang
baik seharusnya menghasilkan nilai tes yang baik. Paradigma yang
hanya mementingkan hasil tes harus segera diubah menjadi
memperhatikan proses pembelajaran, sementara hasil tes merupakan
dampak dari proses pembelajaran yang benar.
Seiring dengan perkembangan IPTEK, pengetahuan guru harus
selalu disegarkan. Kegiatan seminar atau forum diskusi ilmiah
merupakan media untuk penyegaran pengetahuan guru baik materi
subyek maupun pedagogi. Sayangnya, tidak sedikit kepala sekolah yang
tidak mengijinkan guru untuk berpartisipasi dalam kegiatan seminar
atau forum diskusi dalam kegiatan MGMP. Seharusnya kepala sekolah
mendorong bahkan memfasilitasi guru agar bisa berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti seminar untuk menambah wawasan
guru. Selain itu, sedikit guru yang sudah memanfaatkan fasilitas ICT
(Information Communication Technology) di sekolah untuk
meningkatkan pengetahuan padahal fasilitas itu sudah masuk ke
sekolah, seperti komputer dan telpon. Sementara, sekolah mampu
menyediakan dana untuk rekreasi ke tempat-tempat wisata.
Undang Undang Guru dan Dosen
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, pada tahun 2005
pemerintah dan DPR RI telah mensahkan Undang-Undang RI Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang tersebut
menuntut penyesuaian penyelenggaraan pendidikan dan pembinaan
guru agar guru menjadi profesional. Di satu pihak, pekerjaan sebagai
guru akan memperoleh penghargaan yang lebih tinggi, tetapi dipihak
lain pengakuan tersebut mengharuskan guru memenuhi sejumlah
persyaratan agar mencapai standar minimal seorang profesional.
6
Pengakuan terhadap guru sebagai tenaga profesional akan diberikan
manakala guru telah memiliki antara lain kualifikasi akademik,
kompetensi, dan sertifikat pendidik yang dipersyaratkan (Pasal 8).
Kualifikasi akademik tersebut harus „diperoleh melalui pendidikan tinggi
program sarjana atau diploma empat“ (Pasal 9). Sertifikat pendidik
diperoleh guru setelah mengikuti pendidikan profesi (Pasal 10 ayat (1)).
Adapun jenis-jenis kompetensi yang dimaksud pada Undang-undang
tersebut meliputi „kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional“ (Pasal 10 ayat (1)).
Berdasarkan hasil pertemuan Asosiasi LPTK Indonesia, penjabaran
tentang jenis-jenis kompetensi tersebut sebagai berikut.
§ Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran
yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya. Secara rinci kompetensi pedagogik
meliputi :
1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial,
moral, kultural, emosional, dan intelektual.
2. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik
dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya.
3. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik
4. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
5. Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang
mendidik
6. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan
peserta didik dalam pembelajaran
7. Merancang pembelajaran yang mendidik
7
8. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik
9. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran
§ Kompetensi kepribadian yaitu memiliki kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif, dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta
didik dan berakhlak mulia. Kompetensi ini meliputi:
1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa,
arif, dan berwibawa.
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan
sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
3. Mengevaluasi kinerja sendiri
4. Mengembangkan diri secara berkelanjutan.
§ Kompetensi profesional yaitu kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi.
Kompetensi ini mencakup:
1. Menguasai substansi bidang studi dan metodologi keilmuannya.
2. Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi.
3. Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi dalam pembelajaran.
4. Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi.
5. Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan
kelas.
§ Kompetensi sosial yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang
tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Dengan kompetensi
ini, guru diharapkan dapat:
8
1. Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik,
orang tua peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
dan masyarakat.
2. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan
masyarakat.
3. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat
lokal, regional, nasional, dan global.
4. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk
berkomunikasi dan pengembangan diri.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan merupakan usaha pemerintah untuk meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia. Pasal 19 dari peraturan pemerintah ini
berbunyi sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan
kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.
2. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam
proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
3. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk
terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
9
Peraturan pemerintah tersebut mengindikasikan bahwa sekarang
pemerintah menaruh perhatian terhadap mutu proses pembelajaran.
Usaha baik dari pemerintah ini harus ditindaklanjuti sehingga mutu
pendidikan menjadi kenyataan yang akan berdampak terhadap
pembangunan Indonesia di masa mendatang. Tentunya, kerja keras kita
dalam menindaklanjuti usaha pemerintah ini baru dapat dirasakan
paling cepat dalam waktu 10 tahun mendatang. Tantangan bagi kita
adalah bagaimana mengimplementasikan UU No 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen serta PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan?
B. Pengertian Lesson Study
Pemerintah selalu melakukan usaha peningkatan mutu guru
melalui pelatihan dan tidak sedikit dana yang dialokasikan untuk
pelatihan guru. Sayangnya usaha dari pemerintah ini kurang
memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan mutu guru.
Minimal ada dua hal yang menyebabkan pelatihan guru belum
berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Pertama, pelatihan
tidak berbasis pada permasalahan nyata di dalam kelas. Materi
pelatihan yang sama disampaikan kepada semua guru tanpa mengenal
daerah asal. Padahal kondisi sekolah di suatu daerah belum tentu sama
dengan sekolah di daerah lain. Kadang-kadang pelatih menggunakan
sumber dari literatur asing tanpa melakukan ujicoba terlebih dahulu
untuk kondisi di Indonesia. Kedua, hasil pelatihan hanya menjadi
pengetahuan saja, tidak diterapkan pada pembelajaran di kelas atau
kalaupun diterapkan hanya sekali, dua kali dan selanjutnya kembali
“seperti dulu lagi, back to basic”. Hal ini disebabkan tidak ada kegiatan
monitoring pasca pelatihan, apalagi kalau kepala sekolah tidak pernah
10
menanyakan hasil pelatihan. Selain itu, kepala sekolah tidak
memfasilitasi forum sharing pengalaman diantara guru-guru.
Untuk mengatasi kelemahan pelatihan konvensional yang kurang
menekankan pada pasca pelatihan maka buku ini menawarkan model
in-service training yang lebih berfokus pada upaya pemberdayaan guru
sesuai kapasitas serta permasalahan yang dihadapi masing-masing.
Model tersebut adalah Lesson Study yaitu suatu model pembinaan
profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara
kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas
belajar. Dengan demikian, Lesson Study bukan metoda atau strategi
pembelajaran tetapi kegiatan Lesson Study dapat menerapkan berbagai
metoda/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan
permasalahan yang dihadapi guru.
Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan
(merencanakan), Do (melaksanakan), dan See (merefleksi) yang
berkelanjutan. Dengan kata lain Lesson Study merupakan suatu cara
peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir (continous
improvement). Skema kegiatan Lesson Study diperlihatkan pada
Gambar 1.1.
Gambar 1.1
Skema kegiatan Lesson Study
PLAN
(merencanakan)
DO
(melaksanakan)
SEE
(merefleksi)
11
Peningkatan mutu pendidikan melalui Lesson Study dimulai dari
tahap perencanaan (Plan) yang bertujuan untuk merancang
pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa dan berpusat pada
siswa, bagaimana supaya siswa berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak dilakukan sendirian tetapi
dilakukan bersama, beberapa guru dapat berkolaborasi atau guru-guru
dan dosen dapat pula berkolaborasi untuk memperkaya ide-ide.
Perencanaan diawali dari analisis permasalahan yang dihadapi dalam
pembelajaran. Permasalahan dapat berupa materi bidang studi,
bagaimana menjelaskan suatu konsep. Permasalahan dapat juga berupa
pedagogi tentang metoda pembelajaran yang tepat agar pembelajaran
lebih efektif dan efisien atau permasalahan fasilitas, bagaimana
mensiasati kekurangan fasilitas pembelajaran. Gambar 1.2
memperlihatkan kegiatan workshop untuk melakukan perencanaan
pembelajaran dalam rangka kegiatan Lesson Study.
Gambar 1.2
Kegiatan workshop untuk merencanakan pembelajaran. Kiri: SMA LAB UM
Malang. Kanan: MGMP IPA dan Matematika SMP wilayah Bandung Timur di SMPN
50 Bandung. Guru-guru dan dosen secara berkelompok membahas
permasalahan yang dihadapi guru-guru MIPA di sekolah.
12
Selanjutnya guru secara bersama-sama mencari solusi terhadap
permasalahan yang dihadapi yang dituangkan dalam rancangan
pembelajaran atau lesson plan, teaching materials berupa media
pembelajaran dan lembar kerja siswa serta metoda evaluasi. Teaching
materials yang telah dirancang perlu diujicoba sebelum diterapkan di
dalam kelas. Kegiatan perencanaan memerlukan beberapa kali
pertemuan (2 – 3 kali) agar lebih mantap.
Pertemuan-pertemuan yang sering dilakukan dalam workshop
antara guru-guru dan dosen-dosen dalam rangka perencanaan
pembelajaran menyebabkan terbentuknya kolegalitas antara guru
dengan guru, dosen dengan guru, dosen dengan dosen, sehingga dosen
tidak merasa lebih tinggi atau guru tidak merasa lebih rendah. Mereka
berbagi pengalaman dan saling belajar sehingga melalui kegiatankegiatan
pertemuan dalam rangka Lesson Study ini terbentuk mutual
learning (saling belajar).
Langkah kedua dalam Lesson Study adalah pelaksanaan (Do)
pembelajaran untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah
dirumuskan dalam perencanaan. Dalam perencanaan telah disepakati
siapa guru yang akan mengimplementasikan pembelajaran dan sekolah
yang akan menjadi tuan rumah. Langkah ini bertujuan untuk
mengujicoba efektivitas model pembelajaran yang telah dirancang.
Guru-guru lain dari sekolah yang bersangkutan atau dari sekolah lain
bertindak sebagai pengamat (observer) pembelajaran. Juga dosendosen
atau mahasiswa melakukan pengamatan dalam pembelajaran
tersebut. Kepala sekolah terlibat dalam pengamatan pembelajaran dan
memandu kegiatan ini.
Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya dilakukan briefieng
kepada para pengamat untuk menginformasikan kegiatan pembelajaran
13
yang direncanakan oleh seorang guru dan mengingatkan bahwa selama
pembelajaran berlangsung pengamat tidak mengganggu kegiatan
pembelajaran tetapi mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran.
Fokus pengamatan ditujukan pada interaksi siswa-siswa, siswa-bahan
ajar, siswa-guru, dan siswa-lingkungan yang terkait dengan 4
kompetensi guru sesuai dengan UU No. 14 tentang guru dan dosen.
Gambar 1.3-1.6 memperlihatkan kegiatan pembelajaran dalam rangka
Lesson Study.
Gambar 1.3
Pembelajaran matematika dan IPA dalam rangka kegiatan Lesson Study di SMP
dan SMA di Bandung
14
Gambar 1.4
Pembelajaran matematika, fisika, dan biologi dalam rangka kegiatan Lesson
Study SMA di Malang
15
Gambar 1.5
Pembelajaran matematika dan IPA dalam rangka kegiatan Lesson Study di SMP
dan SMA Yogyakarta
Kegiatan lesson study juga dapat diterapkan pada mata pelajaran selain
non-MIPA. Sebagai contoh SMA Negeri 9 Bandung telah mencoba
melaksanakan lesson study untuk mata pelajaran PPKN, seperti pada
Gambar 1.6.
16
Gambar 1.6
Pembelajaran PPKn di SMAN 9 Bandung tentang
sistem politik di Indonesia. Siswa
mempresentasikan sistem politik melalui drama
yang dirancang siswa secara berkelompok.
Lembar observasi pembelajaran perlu dimiliki oleh para
pengamat sebelum pembelajaran dimulai. Para pengamat dipersilahkan
mengambil tempat di ruang kelas yang memungkinkan dapat
mengamati aktivitas siswa. Biasanya para pengamat berdiri di sisi kiri
dan kanan di dalam ruang kelas agar aktivitas siswa teramati dengan
baik (Gambar 1.7).
Selama pembelajaran berlangsung para pengamat tidak boleh
berbicara dengan sesama pengamat dan tidak menganggu aktifitas dan
konsentrasi siswa. Para pengamat dapat melakukan perekaman
kegiatan pembelajaran melalui video camera atau foto digital untuk
keperluan dokumentasi dan bahan studi lebih lanjut. Keberadaan para
pengamat di dalam ruang kelas disamping mengumpulkan informasi
17
juga dimaksudkan untuk belajar dari pembelajaran yang sedang
berlangsung dan bukan untuk mengevaluasi guru.
Gambar 1.7
Pengamatan pembelajaran oleh guru-guru dalam
rangka Lesson Study.
18
Gambar 1.8
Kegiatan diskusi pasca observasi untuk merefleksi pembelajaran.
Langkah ketiga dalam kegiatan Lesson Study adalah refleksi
(See). Setelah selesai pembelajaran langsung dilakukan diskusi antara
guru dan pengamat yang dipandu oleh kepala sekolah atau personel
yang ditunjuk untuk membahas pembelajaran. Guru mengawali diskusi
dengan menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan
pembelajaran. Selanjutnya pengamat diminta menyampaikan komentar
dan lesson learnt dari pembelajaran terutama berkenaan dengan
aktivitas siswa. Tentunya, kritik dan saran untuk guru disampaikan
secara bijak demi perbaikan pembelajran. Sebaliknya, guru harus dapat
menerima masukan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran
berikutnya. Berdasarkan masukan dari diskusi ini dapat dirancang
kembali pembelajaran berikutnya. Gambar 1.8 memperlihatkan suasana
19
diskusi dalam reflesi pembelajaran. Pada prinsipnya, semua orang yang
terlibat dalam kegiatan Lesson Study harus memperoleh lesson learnt
dengan demikian kita membangun komunitas belajar melalui Lesson
Study.
Secara umum mutu pendidikan di negeri ini masih rendah
tercermin dari pringkat hasil TIMSS dan indek pembangunan manusia
yang berada pada posisi di bawah peringkat negara-negara tetangga
kita di Asia Tenggara. Oleh karena itu, tantangan bagi kita adalah
bagaimana kita dapat meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini. Mutu
pendidikan merupakan dampak dari keprofesionalan pendidiknya.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP
19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan acuan bagi
pendidik profesional. Namun demikian, untuk menjadi pendidik
profesional diperlukan usaha yang sistemik dan konsisten serta
berkesinambungan dari pendidik itu sendiri dan pengambil kebijakan.
Melalui lesson study sangat dimungkinkan meningkatkan
keprofesionalan pendidik di Indonesia karena lesson study merupakan
model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran
secara kolaboratif dan berkesinambungan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More